Manhajus Salikin: Qadha’ Shalat yang Luput #03
Bagaimana hukum orang yang qadha’ shalat karena hilang ingatan seperti pingsan?
Kata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahdalam Manhajus Salikin,
وَمَنْ فَاتَتْهُ صَلَاةٌ وَجَبَ عَلَيْهِ قَضَاؤُهَا فَوْرًا مُرَتِّبًا
“Siapa yang luput dari shalat, wajib baginya untuk mengqadha’nya segera secara berurutan.”
Qadha’ Shalat Karena Murtad
Ulama Hanafiyah dan ulama Malikiyah menganggap tidak ada qadha’ bagi shalat yang ditinggalkan selama ia murtad karena selama itu ia kafir.
Sedangkan ulama Syafi’iyah menganggap shalatnya tetap diqadha’ ketika masuk Islam kembali sebagai peringatan keras baginya. Sedangkan pendapat dari Imam Ahmad ada dua yaitu tidak qadha, pendapat lainnya disuruh qadha’. Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 34:27.
Qadha’ Shalat Karena Gila
Adapun orang gila ketika ia gila tidaklah dibebani syariat.
Kalau ia sadar dari gilanya, maka menurut ulama Hanafiyah, ia punya kewajiban qadha’. Ulama Malikiyah juga menganggap masih ada qadha’.
Adapun ulama Syafi’iyah merinci, asalnya tidak ada qadha’ kecuali bagi yang sengaja sampai membuatnya gila.
Adapun ulama Hanabilah (Hambali) menganggap bahwa orang gila itu tidak dibebani syariat. Selama ia gila, maka shalat yang ia tinggalkan tidak diperintahkan untuk diqadha’ kecuali ia sadar pada waktu shalat. Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 34:27-28.
Syaikh Dr. Khalid bin ‘Ali bin Muhammad Al-Musyaiqih hafizhahullah menyatakan bahwa tidak wajib shalat bagi orang kafir dan orang gila. Namun jika orang kafir masuk Islam atau orang gila kembali sadar dan itu masih berada dalam waktu shalat dengan mendapatkan satu rakaat, maka shalat tersebut tetap ditunaikan. Lihat Al-Mukhtashar fii Al-‘Ibadah, hlm. 52.
Qadha’ Shalat Karena Pingsan
Adapun orang yang pingsan, ia tidak punya keharusan mengqadha’ shalat kecuali ia sadar dan mendapati sebagian waktu shalat. Inilah pendapat Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah. Namun ulama Syafi’iyah menyatakan bahwa kalau pingsannya disengaja, maka ia punya kewajiban untuk qadha’.
Ulama Hanafiyah menganggap bahwa orang yang pingsan tidak ada qadha’ jika waktu pingsannya bertambah sehari semalam (lebih dari lima shalat). Sedangkan jika pingsan dalam masa lima shalat atau kurang, tetap qadha’.
Ulama Hambali menganggap bahwa orang yang pingsan itu seperti orang yang tidur. Ia tetap dikenakan qadha’ sebagaimana keadaan orang yang tertidur. LihatAl-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 34:28.
Ada riwayat yang disebutkan bahwa ‘Ammar bin Yasir pernah tidak sadarkan diri selama tiga hari, kemudian ia sadar dan mengqadha’ shalatnya. Hal yang sama dilakukan oleh ‘Imran bin Hushain dan Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhuma. Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 11:110.
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah menerapkan atsar ‘Ammar tersebut untuk menyatakan tentang masalah orang yang pingsan jika tiga hari atau kurang, maka tetap diqadha’ shalatnya. Namun jika lebih dari tiga hari, tidak ada qadha’ shalat.
Catatan:
Jika orang yang pingsan diserupakan dengan orang yang hilang ingatan karena gila lebih mendekati daripada mengaitkannya dengan orang yang tidur. Siapa yang hilang akal karena sebab yang mubah seperti karena obat, sakit, atau kecelakaan, maka tidak ada qadha’ baginya jika telah keluar waktu. Inilah pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i, juga merupakan salah satu pendapat dalam madzhab Imam Ahmad. Pendapat yang menyatakan tidak ada qadha’ bagi yang pingsan menjadi pendapat sebagian salaf dari kalangan para sahabat. Pendapat ini juga dipilih oleh Ibnu Hazm karena menjadi amalan Ibnu ‘Umar dan Anas bin Malik.
Dari ‘Amr bin Ibnu Qais, dari ‘Ashim, ia menyatakan, “Anas bin Malik pernah pingsan dan ia tidak mengqadha’ shalatnya.” (HR. Ibnul Mundzir dalam Al-Awsath, 2333).
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah sakit beberapa hari dalam keadaan tidak sadar, lalu ia kembali sehat dan sadar, namun ia tidak mengqadha’ shalat yang luput. (HR. Ibnul Mundzir dalam Al-Awsath, 2331, sanad hadits ini shahih)
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah sakit selama tiga hari, ia tidak mengqadha’ shalatnya. (HR. Ibnul Mundzir, 2332 sanad hadits ini shahih)
Ada riwayat yang menyebutkan bahwa para sahabat itu mengqadha’ shalat karena pingsan namun riwayatnya tidaklah shahih seperti tentang ‘Ammar bin Yasir, juga Samurah bin Jundub dan ‘Imran bin Hushain. Lihat bahasan Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As-Salikin, 1:172-173.
Ibnu Hazm rahimahullah dalam Al-Muhalla (2:234), “Telah shahih dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang menyelisihi pendapat ‘Amar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu.”
Semoga Allah beri taufik dan hidayah.
Referensi:
- Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. Penerbit Kementrian Agama Kuwait.
- Al-Mukhtashar fii Al-‘Ibadah. Cetakan kedua, Tahun 1428 H. Dr. Khalid bin ‘Ali bin Muhammad Al-Musyaiqih. Penerbit Maktabah Ar-Rusyd.
- Fatwa Al–Islam Sual wa Jawab https://islamqa.info/ar/answers/151203/oleh Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid.
- Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As-Salikin. Cetakan pertama, Tahun 1434 H. Abu ‘Abdirrahman Ahmad bin ‘Abdurrahman Az-Zauman. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
- Syarh Manhaj As–Salikin. Cetakan kedua, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin ‘Abdillah Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.
—
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com