Thoharoh

Umdatul Ahkam: Kencing di Air yang Tergenang

 

Hadits kali ini menjelaskan tentang hukum kencing di air tergenang dan mandi di air tergenang ketika dalam keadaan junub.

 

Hadits #05 dari Umdatul Ahkam karya Syaikh ‘Abdul Ghani Al-Maqdisi

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ؛ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ:

“لاَ يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي المَاءِ الدَّائِمِ؛ الَّذِي لاَ يَجْرِي، ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيْهِ.

 وَلِمُسْلِمٍ: “لاَ يَغْتَسِلْ أَحَدُكُمْ فِي المَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ

 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian kencing di air yang diam yaitu air yang tidak mengalir kemudian ia mandi di dalamnya.” (HR. Bukhari, no. 239 dan Muslim, no. 282).

Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Jangan salah seorang dari kalian mandi di air yang tergenang dalam keadaan junub.” (HR. Muslim, no. 283).

 

Faedah Hadits

 

  1. Hadits ini menunjukkan larangan kencing di air yang tergenang karena dapat menyebarkan najis dan menimbulkan penyakit. Boleh jadi pula yang memanfaatkan air tersebut adalah yang kencing itu sendiri.
  2. Larangan kencing di air yang tergenang adalah larangan haram jika air tersebut memudaratkan yang lain. Jika tidak digunakan, maka hukumnya makruh.
  3. Buang air besar di air yang tergenang hukumnya sama dengan kencing, bahkan buang air besar hukumnya lebih parah.
  4. Boleh kencing di air yang mengalir dengan catatan bahwa air tersebut tidak memudaratkan orang lain.
  5. Dilarang mandi junub di air yang tergenang. Larangan ini dihukumi haram jika memudaratkan yang lain. Namun dihukumi makruh jika tidak mengganggu yang lain.
  6. Boleh mandi junub di air yang mengalir.
  7. Hadits di atas menunjukkan bagaimanakah syariat Islam begitu peduli pada kebersihan dan menjauhi hal-hal yang dapat menimbulkan mudarat.
  8. Larangan hadits di atas berlaku pada air yang sedikit maupun banyak. Namun air yang begitu banyak yang tidak mungkin terpengaruh dengan air kencing (seperti air laut) tidak termasuk dalam larangan.

 

Referensi:

Tanbih Al-Afham bi Syarh ‘Umdah Al-Ahkam. Cetakan kedua, Tahun 1436 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Muassasah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin Al-Khairiyah.

Diselesaikan di Makkah, 10 Shafar 1440 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button