Keluarga

Risalah Talak (2), Syarat Talak

Alhamdulillah  wa shalaatu wa salaamu ‘ala rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.

Pada kesempatan sebelumnya telah kami angkat bahasan  talak. Yang dibahas saat itu adalah definisi talak, dalil dibolehkannya talak, hukum talak dan macam talak. Berikut ini, bahasan talak akan menjelaskan sebagian hal yang berkaitan dengan syarat-syarat talak.

Para ulama membagi syarat sahnya talak menjadi tiga macam: (1) berkaitan dengan suami yang mentalak, (2) berkaitan dengan istri yang ditalak, dan (3) berkaitan dengan shighoh talak. Kesemua syarat ini tidak dibahas dalam satu tulisan. Kami akan berusaha secara perlahan sesuai dengan kelonggaran waktu kami. Untuk saat ini kita akan melihat manakah saja syarat yang berkaitan dengan suami yang akan mentalak.

Syarat Berkaitan dengan Orang yang akan Mentalak

Pertama: Yang mentalak adalah benar-benar suami yang sah.

Syarat ini maksudnya adalah antara pasangan tersebut memiliki hubungan perkawinan yang sah. Seandainya tidak ada nikah, lalu dikatakan, “Saya mentalakmu”, seperti ini termasuk talak yang tidak sah. Atau belum menikah lalu mengatakan, “Jika menikahi si fulanah, saya akan mentalaknya”. Padahal ketika itu belum nikah, seperti ini adalah talak yang tidak sah.

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ نَذْرَ لاِبْنِ آدَمَ فِيمَا لاَ يَمْلِكُ وَلاَ عِتْقَ لَهُ فِيمَا لاَ يَمْلِكُ وَلاَ طَلاَقَ لَهُ فِيمَا لاَ يَمْلِكُ

Tidak ada nadzar bagi anak Adam pada sesuatu yang bukan miliknya. Tidak ada membebaskan budak pada budak yang bukan miliknya. Tidak ada talak pada  sesuatu yang bukan miliknya.[1]

Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka ….” (QS. Al Ahzab: 49). Dalam ayat ini disebut kata talak setelah sebelumnya disebutkan nikah. Ini menunjukkan bahwa yang mentalak adalah benar-benar suami yang sah melalui jalan pernikahan. Seandainya ada yang kumpul kebo (sebutan untuk sepasang pria wanita yang hidup bersama tanpa melalui jalur nikah), lalu si pria mengajukan cerai, seperti ini tidak jatuh talak sama sekali.

Kedua: Yang mengucapkan talak telah baligh.

Ini bisa saja terjadi pada pasangan yang menikah pada usia belum baligh.

Mayoritas ulama berpandangan bahwa jika anak kecil yang telah mumayyiz (bisa membedakan bahaya dan manfaat, baik dan jelek) atau belum mumayyiz menjatuhkan talak, talaknya dinilai tidak sah. Karena dalam talak sebenarnya murni bahaya, anak kecil tidaklah memiliki beban taklif (beban kewajiban syari’at).

Dalam hadits ‘Aisyah, Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الْمُبْتَلَى حَتَّى يَبْرَأَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَكْبَرَ

Pena diangkat dari tiga orang: orang yang tidur sampai ia bangun, orang yang hilang ingatan sampai kembali ingatannya dan anak kecil sampai ia dewasa.[2]

Ulama Hambali berpandangan bahwa talak bagi anak kecil tetap sah. Mereka berdalil dengan hadits,

كُلُّ طَلاَقٍ جَائِزٌ إِلاَّ طَلاَقَ الْمَعْتُوهِ الْمَغْلُوبِ عَلَى عَقْلِهِ

Setiap talak itu boleh kecuali talak yang dilakukan oleh orang yang kurang akalnya.[3] Namun hadits ini mauquf (hanya perkataan sahabat).

Pendapat mayoritas ulama (jumhur), itu yang lebih tepat. Wallahu a’lam.

Ketiga: Yang melakukan talak adalah berakal.

Dari sini, tidak sah talak yang dilakukan oleh orang gila atau orang yang kurang akal. Yang menjadi dalil adalah hadits ‘Aisyah yang disebutkan di atas. Talak yang tidak sah yang dimaksudkan di sini adalah yang dilakukan oleh orang yang gila atau orang yang kurang akal yang sifatnya permanen. Jika satu waktu hilang akal, waktu lain sadar. Jika ia mentalaknya dalam keadaan sadar, maka jatuh talak. Jika dalam keadaan tidak sadar, tidak jatuh talak.

Dalam pembahasan ini, para ulama biasa menyinggung bagaimanakah ucapan talak yang diucapkan oleh orang mabuk, orang dalam keadaan tidur, dan yang hilang kesadaran semacam itu. Insya Allah pembahasan tersebut akan kami kaji dalam serial berikutnya.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimuush sholihaat.

 

Referensi: Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal bin As Sayid Salim, terbitan Al Maktabah At Taufiqiyah, hal. 235-237.

 

Riyadh-KSA, 5 Rabi’uts Tsani 1432 H (10/03/2011)

www.rumaysho.com



[1] HR. Tirmidzi no. 1181 dan Ahmad 2/190. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits hasan shahih.

[2] HR. Abu Daud no. 4398, At Tirmidzi no. 1423, Ibnu Majah no. 2041. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[3] HR. Tirmidzi no. 1191. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if, namun shahih jika mauquf (perkataan sahabat).

Artikel yang Terkait

27 Komentar

  1. Assalamu’alaikum
    Numpang bertanya!
    Saya seorang laki2 saya mempunyai seorang istri dan baru dikaruniai seorang anak
    istri saya termasuk orang yang paham terhadap agama krn dari dulu keluar masuk pesantren
    tp yang sangat disayangkan sifanya sangat keras
    apabila saya agak marah dan berbicara dg baik2 dia malah menjawab dengan nada yang lbh tinggi
    dan hal itu sering sekali terjadi tp dia pantang untuk meminta maaf kpd saya, ujung2nya saya sendiri yg mengalah wlwpun hati sangat sakit sampai2 saya prnh menangis karena itu
    sering juga dia malah balik marah kpd saya dan saya pun tercampung smp2 saya memukulnya
    dengan adanya kejadian itu dia berbicara ga nyangka kamu tuh ternyata kasar juga
    saya bilang klo seandainya kamu ngerti omongan saya dari awal dari mulai ngomong baik2 ga mungkin hal ini terjadi (ujng2nya saya pun menyadari klo saya terlalu kelewatan dan meminta maaf kepadanya)
    tp ternyata hal itu sering sekali terjadi lagi
    utk diketahui ssetiap saya marah pasti ada sebabnya
    dan saya tdk mungkin tiba2 marah, berbicara halus dulu, agak keras, kerasa, lantang baru kasar
    Sekarang kesabaran saya sdh benar2 habis, dan saya bertekad ingin “mengembalikan dia”, kami menikah sdh lima thn tetapi sifatnya tdk bisa berubah, dulu bnr2 sprt istri idaman saya tp sekarang.. Astagfirullah
    saya adalah org bandung dan istri saya orang jambi, saya tinggal di daerah istri saya
    Mohon bantuannya apa sebenarnya yg harus saya lakukan?
    terima kasih
    wa’alakumsallam

  2. salam..mohon pandangan dari ustaz..saya baru mndrikan rumah tangga,dan masalah lintasan hati soal talak dan isyarat2 talak mnjadi 1 masalah yg sgt mmbebani saya,saya ingin bertanya,apa hukumnya skiranya semasa sedang saya menyalin pakaian terlintas sedetik di hati saya jika saya mmbuka baju ini,ia adalah isyarat saya utk mjthkan talak,dan saya cuba melawan lintasan hati tersebut dgan mmikirkan ini cuma lintasan hati dan tetap mmbuka baju saya,krana niat asal saya adalah hanya untk mnyalin pakaian,jauh di sudut hati saya tidak mahu berlaku lintasan2 hati talak sdemikian,tetapi saya tidak dpt mngawalnya..soalan saya adakah jatuh talak apbila saya mmbuka baju itu krana ia telah mnjadi satu isyarat saya mnjatuhkan talak walaupun itu hanyalah lintasan hati mmbuka baju sbgai isyarat mjtuhkan talak dan bukannya niat yg kuat utk perbuatan mmbuka bju sbgai isyarat talak…mohon ustaz mnjwab

  3. Hamba Allah
    Assalamu’alaikum Pak Ustad,
    Dikala ketika sy & suami ingin melaksanakan sholat Isya, tiba” suami sy bicara “leher km merah km selingku y sdh mesum & tidur dg laki” di ktr ya” aq blg subhanaallah km tw kan leher aq merah krn kerokan kmrn kok km bisa ngomong sprt itu sm aq kan km tw tmn ktr aq, dimn suami sy juga blg sm sy ga mw sholat sm org yg sudah kotor & hina & akhirnya aq nangis dlm keadaan sholat isya sendiri. Dari kejadian tsb pun sy blg sm dy utk sementara sy tggl di rmh mama (org tua sy) & di hal tsb hingga skrg dy tdk pernah meminta maaf sm sy atas ucapannya itu. Sy tggl di rmh orgtua sy sdh hampir 4 bln. Suami sy tdk pernah menelpon sy atau jemput sy baik di ktr mwpn di rmh orgtua sy. Org tua suami sy pun (mertua sy) tdk tlp sy mwpn org tua sy krn hal ini.. Beliau (mertua sy) SMS pd suami sy sprt ” sudah jgn km susul istrimu itu biarin saja dy plg dg kesadarannya sendiri”.
    Apakah RT kami ini msh bisa di pertahankan pak dg kondisi diatas? Apakah krn hal tsb itu sdh berarti kami bercerai? Apakah juga seorang ibu pantas mengajarkan anaknya yg tdk baik ?
    Mohon bantu penjelasannya Pak Ustad.

    Terima kasih sebelumnya

  4. assalammu’alaykum Ustadz,

    bolehkan istri menggugat cerai karena suami tidak mengindahkan sholat dan bergaul dengan bukan muhrim dengan mesra? karena takut akan menjadi contoh yang buruk untuk anak2nya..
    jazakallahu ustadz

    wassalam

  5. Assa;amu’alaikum

    Apabila suami mengucapkan kata pisah lebih dari 3 x, gmn hukumnya?
    Dan apabila sudah terlanjur mengucapkan lebih dari 3 x masih tetap bersama gmn hukumnya?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button