Salah Paham dengan Istilah Amil Zakat
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Sering dipahami oleh kaum muslimin bahwa yang dimaksud dengan amil zakat adalah pengurus zakat atau panitia zakat yang ada saat ini di masjid-masjid atau yang berupa badan usaha. Pemahaman semacam ini sebenarnya perlu diluruskan. Karena amil zakat sebenarnya tidak seperti itu. Coba simak baik-baik ulasan berikut ini.
‘Amil secara bahasa Arab bermakna pekerja.
Sedangkan secara istilah berarti orang yang diberikan tugas untuk mengurus zakat dan mengumpulkannya dari orang yang berhak mengeluarkan zakat, kemudian ia akan membagikan kepada golongan yang berhak menerima, dan ia diberikan otoritas oleh penguasa untuk mengurus zakat tersebut.[1]
Sayid Sabiq mengatakan, “Amil zakat adalah orang-orang yang diangkat oleh penguasa atau wakil penguasa untuk bekerja mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. Termasuk amil zakat adalah orang yang bertugas menjaga harta zakat, penggembala hewan ternak zakat dan juru tulis yang bekerja di kantor amil zakat.”[2]
‘Adil bin Yusuf al ‘Azazi berkata, “Yang dimaksud dengan amil zakat adalah para petugas yang dikirim oleh penguasa untuk mengunpulkan zakat dari orang-orang yang berkewajiban membayar zakat. Demikian pula termasuk amil adalah orang-orang yang menjaga harta zakat serta orang-orang yang membagi dan mendistribusikan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Mereka itulah yang berhak diberi zakat meski sebenarnya mereka adalah orang-orang yang kaya.”[3]
Syeikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin mengatakan, “Golongan ketiga yang berhak mendapatkan zakat adalah amil zakat. Amil zakat adalah orang-orang yang diangkat oleh penguasa untuk mengambil zakat dari orang-orang yang berkewajiban untuk menunaikannya lalu menjaga dan mendistribusikannya. Mereka diberi zakat sesuai dengan kadar kerja mereka meski mereka sebenarnya adalah orang-orang yang kaya. Sedangkan orang biasa yang menjadi wakil orang yang berzakat untuk mendistribusikan zakatnya bukanlah termasuk amil zakat. Sehingga mereka tidak berhak mendapatkan harta zakat sedikitpun disebabkan status mereka sebagai wakil. Akan tetapi jika mereka dengan penuh kerelaan hati mendistribusikan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan penuh amanah dan kesungguhan maka mereka turut mendapatkan pahala. Namun jika mereka meminta upah karena telah mendistribusikan zakat maka orang yang berzakat berkewajiban memberinya upah dari hartanya yang lain bukan dari zakat.”[4]
Berdasarkan paparan di atas jelaslah bahwa syarat agar bisa disebut sebagai amil zakat adalah diangkat dan diberi otoritas oleh penguasa muslim untuk mengambil zakat dan mendistribusikannya sehingga panitia-panitia zakat yang ada di berbagai masjid serta orang-orang yang mengangkat dirinya sebagai amil bukanlah amil secara syar’i. Hal ini sesuai dengan istilah amil karena yang disebut amil adalah pekerja yang dipekerjakan oleh pihak tertentu.
Memiliki otoritas untuk mengambil dan mengumpulkan zakat adalah sebuah keniscayaan bagi amil karena amil memiliki kewajiban untuk mengambil zakat secara paksa dari orang-orang yang menolak untuk membayar zakat.[5]
Ringkasnya, syarat disebut ‘amil zakat itu ada dua:
- Diberi kuasa oleh penguasa untuk mengurus zakat, bukan mengangkat dirinya sendiri sebagai amil zakat.
- Mengambil dan mendistribusikan zakat sehingga ia bukan hanya duduk di masjid atau di kantornya.
Dengan dua syarat ini, silahkan para pembaca sekalian menilai sendiri apakah panitia zakat yang terdapat di masjid-masjid layak disebut ‘amil zakat. Jika tidak, maka sudah barang tentu mereka sama sekali tidak mendapatkan persenan dari zakat. Jika mereka hanyalah panitia, maka itu hanya kerja sosial, dan mereka pun moga-moga mendapat pahala karena amal baiknya.
Silahkan baca pula tentang 8 golongan penerima zakat di sini.
Semoga Allah beri taufik.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com
[1] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, index ‘amil, point no. 1, 2/10543.
[2] Fiqh Sunnah, terbitan Dar al Fikr Beirut, 1/327.
[3] Tamamul Minnah fi Fiqh al Kitab wa Shahih al Sunnah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, terbitan Muassasah Qurthubah Mesir, 2/290
[4] Majalis Syahri Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, cet Darul Hadits Kairo, hal 163-164.
[5] Tulisan ini adalah faedah dari guru kami Ustadz Aris Munandar di website pribadinya, www.ustadzaris.com .
Assalamuallaikum, saya ingin bertanya jika sebuah lembaga sosial katakanlah lembaga pesantren khusus untuk anak yatim piatu menghimpun dana infak, zakat, sedekah dan wakaf untuk menutup biaya operasional yang terdiri dari biaya hidup, pendidikan, gaji pegawai dll. Maka kira-kira berapa % dari dana Zakat, Infak, Sedekah tersebut yang boleh digunakan untuk menutup biaya operasional kantor yang meliputi gaji pegawai, biaya marketing dll….
Wa’alaikumussalam. Saran saya harusnya menanggung anak yatim untuk dana infak, zakat dan sedekah, bukan untuk kepentingan pengurusnya.
Assalamualaikum, Ustadz, kalau lembaga amil zakat yg sudah mendapat surat keputusan dari menteri agama, apakah itu sudah termasuk kriteria “amil zakat”?
Wa’alaikumussalam.
Disebut amil zakat jika memenuhi dua syarat:
1- Ada otoritas dari penguasa untuk menarik zakat, sehingga ia boleh memaksa muzakki untuk mengeluarkan zakat.
2- Ia adalah pekerja: menarik, menyimpan dan menyalurkan pada yang berhak menerima.
Itulah yang disebut amil. Tanpa ada otoritas seperti ini, maka tidak disebut amil zakat.
ustad,klau sebutan bgi orang yg membayar zakat apa
Muzakki.
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Rumaysho.com via My Ipad
orang BAZ (petugas BAZ) bekerja berdasarkan aturan dalam hal ini aturan pemerintah RI , utk saat ini Indonesia sanksi hukum belum tegas, jadi tugas petugas BAZ hanya menghimbau muzaaki utk berzakat…aturan UU Zakat lebih menitik beratkan sanksi pada Amil Zakat bukan Muzakki
BAZ sekali lagi tidak punya otoritas dengan memaksa menarik zakat dr para muzakki. Sehingga dengan alasan inilah, kami tidak berani menyebut mereka amil.
USTAD MOHON MAAF DI SAYA ADA DARI RT,RW,DESA,CAMAT,MEREKA KEBAGIAN JAKAT FITRAH KOK LEBIH BESAR DARI PADA ANAK YATIM,,,ITU HUKUMNYA BAGAI MANA PAK USTAD
Itu makan harta dg cara yg zholim
Muhammad Abduh Tuasikal
http://www.rumaysho.com
Sent from my Iphone
@ Jogja
في ١٨/٠٨/٢٠١٢، الساعة ٩:٣٥ ص، كتب “Disqus” :