Akhlaq

Mengumpat dengan Kata Kotor (Tai dan Anjing)

Kalau dalam keadaan emosi, marah, dan tak sabar, sebagian ada orang yang tak tahan sehingga mengumpat dengan kata-kata kasar seperti tai, anjing dan kata jorok (kotor) lainnya.

Yang jelas suka mengumpang bukanlah sifat orang beriman. Karena orang beriman selalu menjaga lisannya dan diperintahkan berkata yang baik. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ

Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah.” (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47)

Sifat orang beriman pula tidaklah mengumpat dengan perkataan dan tingkah laku. Ancaman bagi mereka yang mencela seperti itu jelas sekali dalam ayat berikut,

وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ

Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela” (QS. Al Humazah: 1)

Ayat ini adalah ancaman bagi orang yang mencela yang lain dengan perbuatan dan mengumpat dengan ucapan. Hamaz adalah mencela dan mengumpat orang lain dengan isyarat dan perbuatan. Sedangkan lamaz adalah mencela orang lain dengan ucapan.

Ancaman wail dalam ayat di atas adalah ancaman berat. Salah satu tafsiran menyatakan wail adalah lembah di neraka.

Juga di antara orang yang tidak boleh diikuti adalah orang yang banyak mengumpang dengan kata-kata kotor seperti ‘tai’ dan ‘anjing’ sebagaimana disebutkan dalam ayat,

Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah.” (QS. Al Qalam: 11).

Yang dimaksud dengan hammaz dalam ayat di atas adalah banyak mengumpat atau menjelekkan orang lain yaitu dengan mengghibahi atau merendahkannya dengan candaan, atau semisal itu. Demikian keterangan dari Syaikh As Sa’di dalam kitab tafsirnya.

Kalau kita muslim, maka haruslah menjaga lisan agar keluar kata-kata yang bersih.

Kalau orang kafir wajar saja keluar kata kotor berupa umpatan jelek karena mereka tak diajarkan sopan santun dalam ajaran mereka. Jadi bedakan dengan baik mana muslim dan mana bukan. Yang membuat orang mulia adalah dengan iman dan akhlak luhurnya.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Selesai disusun di Ngurah Rai Airport, saat transit to Jayapura, 13: 11 AM

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

6 Komentar

  1. Pak Ustadz, kalau kita mencela orang lain dengan tujuan untuk membuatnya berhenti mencela bagaimana? Bukankah itu suatu kebaikan. Misalkan saja ada seseorang yang sedang dihina kemudian saya melakukan pembelaan dengan mengatakan “tolong diam”, tapi si pencela tetap saja terus mencela. Lalu saya berikan saja celaan yang sepadan kepada si penghina: “dasar ANJING !!”. Alhamdulillah setelah mendengar kalimat tersebut, baru bisa diam dia (berhenti mencela).

    Pertanyaan kedua: saya bekerja di dunia proyek. Kalau celaan dan umpatan tidak ada, dikhawatirkan nantinya progress proyek tidak berjalan baik. Jadi saya harus mencela sub-kon yang pemalas, yg suka berbuat curang & yg suka cari untung. Lalu saya juga sering mencela rekan kerja yang pemalas, yg suka cari muka, dlsb. Bagaimana dengan hal tsb pak Ustadz, apakah saya akan masuk neraka. Terima kasih atas jawabannya.

  2. Tulisan bagus ustadz,
    Tapi kalau saking geramnya mengumpat dan mencela koruptor bagaimana ustadz?
    Apakah pernah rosulullah, sahabat, atau tabiin, atau setelah itu, mencela, menngumpat, seorang koruptor/maling atau pelaku kejahatan lainnya?
    Pernah ga ustadz ada riwayat yang mengisahkan ada orang kasar tapi tidak korupsi dibanding orang berkata2 santun tapi maling, mana yang lebih mendingan ustadz?
    Syukron

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button