Dua Raka’at Sesudah Shalat Witir
Masihkah boleh mengerjakan dua raka’at sesudah witir? Ataukah shalat witir sudah jadi shalat terakhir atau penutup shalat malam?
Berikut kami nukilkan perkataan Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad mengenai dua raka’at sesudah shalat witir. Beliau rahimahullah berkata,
Telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau pernah melaksanakan dua raka’at setelah witir dalam keadaan duduk. Terkadang beliau lakukan seperti itu. Beliau membaca surat dalam keadaan duduk, lalu saat ruku’ beliau berdiri, kemudian ruku’. Dalam Shahih Muslim, dari Abu Salamah, ia berkata bahwa beliau pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengenai shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Aisyah berkata,
كَانَ يُصَلِّى ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى ثَمَانَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ يُوتِرُ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ قَامَ فَرَكَعَ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالإِقَامَةِ مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan shalat (malam) sebanyak 13 raka’at. Beliau melakukan 8 raka’at, lalu diikuti shalat witir, kemudian beliau mengerjakan shalat lagi dua raka’at dalam keadaan duduk. Jika beliau hendak ruku, beliau berdiri dan kemudian ruku’. Beliau juga mengerjakan dua raka’at antara adzan dan iqomah shalat Shubuh.” (HR. Muslim no. 738).
Dalam Musnad Imam Ahmad (6: 298, 299) dari Ummu Salamah disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengerjakan shalat dua raka’at ringan setelah shalat witir. Beliau mengerjakannya dalam keadaan duduk. Imam Tirmidzi mengatakan bahwa diriwayatkan semisal itu dari ‘Aisyah dan Abu Umamah, juga yang lainnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam Musnad Imam Ahmad (5: 260), ada hadits dari Abu Umamah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melaksanakan dua raka’at setelah witir dalam keadaan duduk. Ketika itu beliau membaca surat Al Zalzalah dan surat Al Kafirun.
Mungkin sebagian orang bingung (merasa rancu) karena menganggap hadits-hadits di atas bertentangan dengan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا
“Jadikanlah akhir shalat kalian di malam hari adalah shalat witir.” (HR. Ahmad 2: 119, Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751)
Adapun Imam Malik, beliau mengingkari adanya dua raka’at sesudah witir. Imam Ahmad sendiri berkata, “Aku tidak melakukan dua raka’at tersebut, namun tidak pula melarang jika ada yang melakukannya.” Ulama lain berkata bahwa dua raka’at setelah witir itu tanda bahwa masih bolehnya dua raka’at setelah witir dan jika seseorang telah mengerjakan shalat witir bukan berarti tidak boleh lagi mengerjakan shalat sunnah sesudahnya. Adapun hadits di atas “Jadikanlah akhir shalat kalian di malam hari adalah shalat witir“, yang dimaksud menjadikan shalat witir sebagai penutup shalat malam hanyalah sunnah (bukan wajib). Artinya, dua raka’at sesudah witir masih boleh dikerjakan.
Yang tepat, dua raka’at sesudah witir masih termasuk dalam petunjuk Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sebagai penyempurna witir. Jadi, shalat witir adalah ibadah yang berdiri sendiri. Lebih-lebih jika sampai menganggap witir itu wajib. Dua raka’at sesudah witir tadi ibarat dua raka’at sesudah tiga raka’at shalat Maghrib. Shalat maghrib adalah shalat ganjil yang dikerjakan di waktu petang dan dua raka’at ba’da Maghrib adalah penyempurna shalat Maghrib. Maka demikian pula dua raka’at sesudah witir. Wallahu a’lam.“(Zaadul Ma’ad, 1: 322-323)
Penjelasan di atas menunjukkan masih bolehnya mengerjakan shalat dua raka’at atau shalat sunnah lainnya sesudah witir. Yang penting, jangan sampai ada dua witir dalam satu malam.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoiril ‘Ibad, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, tahqiq: Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Syaikh ‘Abdul Qadir Al Arnauth, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan keempat, tahun 1425 H.
—
Selesai disusun di sore hari, 15 Dzulqo’dah 1434 H, di Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul
Artikel www.rumaysho.com