Shalat

Khutbah Hari Raya Ied itu Dua Kali

Khutbah hari raya ied (Idul Fithri dan Idul Adha) itu ada berapa? Apakah dua kali sebagaimana keumuman masyarakat?

Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini. Mayoritas ulama menyatakan bahwa khutbah ied itu seperti khutbah Jumat dengan dua kali khutbah. Sedangkan ulama lainnya berpendapat bahwa khutbah ied hanyalah sekali khutbah.

Pendapat pertama: Khutbah ied itu sekali khutbah.

Ulama yang berpendapat seperti ini dari kalangan ulama belakangan adalah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah.

Dalam penjelasan kitab Zaadul Mustaqni’, beliau berkata, “Dua kali khutbahh itulah yang menjadi pendapat para fuqoha rahimahumullah. Yang menjadi dukungan dalam hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Namun sanadnya menuai kritikan. Secara tekstual, hadits tersebut menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah dua kali. Akan tetapi, kalau diperhatikan dalam hadits yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim juga selain keduanya, nampak bahwa khutbah ied hanyalah sekali. Di dalam hadits ditunjukkan bahwa setelah selesai khutbah pertama, beliau menuju ke jamaah wanita dan memberikan nasehat khusus kepada mereka. Jika ini yang dijadikan landasan dalam masalah dua khutbah dalam shalat ied, maka itu masih kemungkinan.” (Syarhul Mumthi’, 5: 145)

Ada hadits yang mendukung khutbah ied itu dua kali, namun sayangnya haditsnya itu lemah. Hadits tersebut adalah,

عَنْ جَابِرٍ قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمَ فِطْرٍ أَوْ أَضْحًى فَخَطَبَ قَائِمًا ثُمَّ قَعَدَ قَعْدَةً ثُمَّ قَامَ

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada hari Idul Fithri atau Idul Adha, beliau berkhutbah sambil berdiri kemudian duduk dan berdiri kembali. (HR. Ibnu Majah no. 1289. Al Hafizh Abu Thohir menilai bahwa hadits ini dhaif. Al Bushiri mengatakan bahwa dalam sanad tersebut terdapat Isma’il bin Muslim Al Makkiy, para ulama sepakat akan kedhaifan perawi ini. Perawi lainnya yaitu Abu Bahr Al Bakrawi juga dhaif. Juga ada cacat lain dari hadits tersebut).

Selain Syaikh Ibnu Utsaimin juga Sayyid Sabiq rahimahullah berpendapat bahwa khutbah ied hanyalah sekali. Beliau rahimahullah berkata, “Setiap hadits yang membicarakan bahwa khutbah ied itu dua kali yaitu dipisah dua khutbah tersebut dengan duduk, haditsnya itu dhaif. Imam Nawawi mengatakan bahwa tidak ada hadits yang menunjukkan dua kali khutbah dalam khutbah ied.” (Fiqh Sunnah, 1: 237).

Pendapat kedua: Khutbah ied itu dua kali.

Inilah pendapat kebanyakan ulama dan jadi pendapat para ulama madzhab. Bahkan sampai-sampai Syaikh ‘Abdul Muhsin Al Badr berkata bahwa dalam masalah ini beliau tidak mengetahui ada khilaf di dalamnya.

Perlu diketahui bahwa Ibnu Hazm rahimahullah adalah di antara ulama yang mengklaim adanya ijma’ (konsensus ulama) bahwa khutbah ied itu dua kali. Beliau rahimahullah berkata,

فإذا سلم الإمام قام فخطب الناس خطبتين يجلس بينهما جلسة فإذا أتمهما افترق الناس، فإن خطب قبل الصلاة فليست خطبة ولا يجب الإنصات له ، كل هذا لا خلاف فيه.

“Ketika salam, imam berdiri untuk memberikan khutbah di hadapan para jamaah dengan dua kali khutbah. Di antara dua khutbah tersebut terdapat duduk. Jika kedua khutbah itu selesai barulah jamaah bubar. Jika imam berkhutbah sebelum shalat, maka itu bukanlah khutbah dan tidak wajib diam ketika itu. Semua ini tidak ada perselisihan ulama di dalamnya.” (Al Muhalla, 5: 82).

Syaikh Khalid Al Musyaiqih hafizhahullah -salah satu murid senior Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin- ditanya di websitenya, apakah beliau tahu ada khilaf yang bisa membatalkan ijma’ (kesepakatan ulama) tersebut. Beliau jawab, “Tidak bisa. Bahkan yang aku ketahui yang mesti diterapkan adalah ketetapan imam madzhab yang empat dan selain mereka, yaitu khutbah ied hendaknya dua kali khutbah.” (Alwasta.Com)

Syaikh Khalid Al Mushlih hafizhahullah -menantu sekaligus murid senior Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin- berkata, “Kebanyakan ulama berpendapat bahwa khutbah ied itu dua kali. Bahkan klaim ijma’ (kesepakatan ulama) telah ada, yaitu khutbah itu tidak hanya satu. Yang menyuarakan di antaranya adalah Ibnu Hazm dalam Al Muhalla (3: 293). Aku sendiri tidak mendapati ada ulama yang mengatakan bahwa khutbah ied itu sekali khutbah saja, baik dari ulama terdahulu, ulama madzhab, dan ulama lainnya kecuali ada pernyataan dari Ash Shon’ani. Ia mengatakan dalam Subulus Salam (2: 140) mengenai hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إلَى الْمُصَلَّى وَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ النَّاسِ – وَالنَّاسُ عَلَى صُفُوفِهِمْ – فَيَعِظُهُمْ وَيَأْمُرُهُمْ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada hari Idul Fithri dan Idul Adha menuju tanah lapang. Perkara yang dilakukan pertama kali adalah shalat ied, kemudian menghadap para jamaah yang dalam keadaan masih di shaf mereka, beliau memberikan nasehat dan memerintah mereka dalam kebaikan.” (Muttafaqun ‘alaih). Kata Ash Shon’ani bahwa hadits ini menunjukkan khutbah ied bukanlah dua khutbah seperti shalat Jumat. Yaitu ada dua khutbah dan ada duduk di antara keduanya. Dua kali khutbah tidaklah ditetapkan dari hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang ada hanyalah dilakukan oleh kaum muslimin karena diqiyaskan dengan khutbah Jumat.” (Alwasta.Com)

Adapun klaim ijma’ (kesepakatan ulama) mesti diperhatikan karena mereka bukan berdalil dengan qiyas saja.

Cara Dua Kali Khutbah

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Jika imam telah selesai dari shalat ied, maka ia naik mimbar lalu menghadap para jamaah, kemudian mengucapkan salam. Apakah ada duduk sebelum khutbah? Di sini ada dua pandangan. Yang tepat, ada duduk sebelum khutbah seperti khutbah Jumat. Lalu ada dua kali khutbah di dalamnya. Rukun khutbah ied sama dengan rukun pada khutbah jumat. Nantinya imam berdiri dan ada duduk di antara dua khutbah, sama seperti khutbah jumat.” (Roudhotuth Tholibin, 1: 324).

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Dua kali khutbah pada shalat ied dihukumi sunnah. Namun tidak wajib dihadiri dan tidak wajib pula mendengarnya.” (Al Mughni, 3: 279).

Ibnu Qudamah rahimahullah juga berkata, “Disunnahkan berkhutbah sambil berdiri. … Khutbah ied itu semisal khutbah Jumat. Jika khutbhah disampaikan dengan cara duduk, tidaklah masalah karena sambil berdiri tidaklah wajib, sama halnya seperti shalat sunnah (boleh dilakukan sambil duduk meskipun mampu berdiri). Kalau ingin menyampaikan khutbah di atas hewan tunggangan pun baik.” (Al Mughni, 3: 280).

Kesimpulan

Klaim ijma’ dari Ibnu Hazm di atas layak diperhatikan karena ijma’ itu salah satu sumber hukum Islam. Yang kami sarankan, khutbah ied itu dilakukan dengan dua kali khutbah seperti khutbah Jumat. Walaupun jika ada yang melakukan sekali khutbah tak ada masalah karena tidak ada dalil tegas dalam hal ini.

Yang mesti diperhatikan bahwa di tengah masyarakat kita lazimnya mengikuti pendapat jumhur atau mayoritas ulama, jadi patut disadari jika memang menimbulkan konflik besar, baiknya mengikuti pendapat kebanyakan ulama dengan dua kali khutbah. Sekali lagi, perselisihan dalam masalah ini tidak ada dalil tegas yang mendukung. Kalau ada dalil tegas pun, dalilnya itu dhaif (lemah).

Semoga bermanfaat dan semakin membuka cakrawala kita akan perbedaan pendapat di antara para ulama. Semoga kita bisa pandai menghargai perbedaan yang masih bisa ditolerir. Hanya Allah yang memberi taufik.

 

Referensi:

  1. Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, terbitan Dar ‘Alamil Kutub, cetakan tahun 1432 H.
  2. Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan ketiga, tahun 1430 H.
  3. Roudhotuth Tholibin, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Al Maktabah Al ‘Ashriyyah, cetakan pertama, tahun 1433 H.
  4. Syarhul Mumthi’ ‘ala Zaadil Mustaqni’, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1423 H.
  5. Sunan Ibnu Majah, Muhammad bin Yazid bin Majah Al Qozwiniy, takhrij: Al Hafizh Abu Thohir, terbitan Darus Salam, cetakan tahun 1430 H.
  6. http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=122812
  7. http://www.alwsta.com/vb/archive/index.php/t-24508.html

Selesai disusun selepas Zhuhur di Darush Sholihin, 12 Dzulhijjah 1435 H (hari tasyrik)

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh TuasikalFans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoComInstagram RumayshoCom

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button