Shalat

Bulughul Maram – Shalat: Shalat Empat Rakaat Dikerjakan Dua Rakaat dalam Keadaan Lupa (Hadits Dzulyadain)

Bagaimana jika kita seharusnya shalat empat rakaat, tetapi hanya dikerjakan dua rakaat lalu salam, sedangkan ketika itu lupa? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengalaminya berikut ini. Hadits ini dikenal dengan hadits Dzulyadain.

 

 

Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani

Kitab Shalat

بَابُ سُجُوْدُ السَّهْوِ وَغَيْرُهُ مِنْ سُجُوْدِ التِّلاَوَةِ وَالشُّكْرِ

Bab: Sujud Sahwi dan Sujud Lainnya Seperti Sujud Tilawah dan Sujud Syukur

 

 

Shalat Empat Rakaat Dikerjakan Dua Rakaat dalam Keadaan Lupa (Hadits Dzulyadain)

Hadits 2/331

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِحْدَى صَلاَتَي العَشِيِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ سَلَّمَ، ثُمَّ قَامَ إِلى خَشَبَةٍ فِي مُقَدَّمِ الْمَسْجِدِ، فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهَا، وَفِي الْقَوْم أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، فَهَابَا أَنْ يُكَلِّمَاهُ، وخَرَجَ سَرَعَانُ النَّاسِ، فَقَالُوا: قُصِرَتِ الصَّلاَةُ، وَرَجُلٌ يَدْعُوهُ النَّبيُّ صلّى الله عليه وسلّم ذَا الْيَدَيْنِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ الله، أَنَسيْتَ؟ أَمْ قُصِرَت؟ فَقَالَ: «لَمْ أَنْسَ وَلَمْ تُقْصَر»، فَقَالَ: بَلَى قَدْ نَسِيتَ، فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمْ، ثُمَّ كَبَّر، فَسَجَدَ مِثلَ سُجُودِهِ، أَوْ أَطْوَلَ، ثمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَكَبَّرَ، ثُمَّ وَضَعَ رَأْسَهُ، فَكَبَّرَ، فَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ، أَو أَطْوَلَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَكَبَّر. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ.

وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: صَلاَةَ الْعَصْرِ.

وَلأَبِي دَاوُدَ، فَقَالَ: «أَصَدَقَ ذُو الْيَدَيْنِ؟»، فَأَوْمَأَوا: أَيْ نَعَمْ.

وَهِيَ فِي «الْصَّحِيحَيْن» لكِن بِلَفْظِ: فَقَالُوا.

وَفِي رِوَايَةٍ لَهُ: وَلَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَقَّنَهُ الله ذلِكَ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat salah satu dari dua shalat ‘asyiyy (shalat Zhuhur dan ‘Ashar), di mana shalat tersebut dikerjakan hanya dua rakaat. Kemudian beliau menuju tiang di bagian depan masjid dan meletakkan tangannya pada kayu. Dalam jamaah itu ada Abu Bakar dan ‘Umar, tetapi keduanya tidak berani mengatakan apa pun kepada beliau. Orang-orang keluar dengan segera dan bertanya-tanya, “Apakah shalat tadi diqashar?” Dalam jamaah itu ada seorang laki-laki yang dijuluki oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Dzulyadain, ia bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah baginda lupa atau shalat tadi memang diqashar?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku tidak lupa dan shalat tidak diqashar.” Orang itu berkata lagi, “Tidak, baginda telah lupa.” Maka, beliau shalat lagi dua rakaat kemudian salam, lalu takbir kemudian sujud seperti biasa atau lebih lama, kemudian mengangkat kepalanya, lalu takbir kemudian meletakkan kepalanya, lalu takbir kemudian sujud seperti biasa atau lebih lama kemudian beliau mengangkat kepalanya dan takbir.” (Muttafaqun ‘alaih dan lafaznya adalah dari Bukhari) [HR. Bukhari, no. 1229 dan Muslim, no. 573]

Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Itu adalah shalat ‘Ashar.” [HR. Muslim, no. 573, 99]

Menurut riwayat Abu Daud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah Dzulyadain benar?” Lalu mereka mengiyakan. Hadits itu ada dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, tetapi dengan lafaz, “Mereka berkata.” [HR. Abu Daud, no. 1008]

Dalam sebuah riwayatnya pula disebutkan, “Beliau tidak sujud sampai Allah meyakinkan akan hal itu.” [HR. Abu Daud, no. 1012]

 

Keterangan:

  • Shalat ‘asyiyy yang dimaksud adalah shalat antara waktu zawal (masuk Zhuhur) hingga matahari tenggelam. Ada pendapat lain, shalat ‘asyiyy adalah shalat antara zawal hingga Shubuh. Riwayat lain menerangkan bahwa shalat ‘asyiyy dalam hadits Dzulyadain ini adalah shalat Zhuhur. Ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa shalatnya adalah shalat ‘Ashar.
  • Nama asli dari Dzulyadain (yang bertangan lebih panjang dari normalnya) adalah Al-Khirbaq bin ‘Amr dari Bani Salim.

 

Faedah hadits

  1. Hadits ini menjadi dasar hukum mengenai sujud sahwi.
  2. Bila seseorang keluar dari shalat karena menyangka bahwa shalat itu telah selesai, hingga berbicara, maka shalat yang dilakukan tersebut tidaklah batal, hanya tinggal disempurnakan.
  3. Pembicaraan sengaja demi kemaslahatan shalat tidaklah membatalkan shalat. Begitu pula, gerakan banyak yang dilakukan dalam keadaan lupa atau menyangka shalat telah selesai, tidaklah membatalkan shalat.
  4. Sujud sahwi berujuan untuk menutupi kekurangan, juga kelebihan yang terjadi di dalam shalat.
  5. Walaupun sebab sujud sahwi ada beberapa, sujud sahwi tetap dilakukan sekali dengan dua kali sujud.
  6. Imam yang salam dalam keadaan lupa sebelum shalat selesai, lalu ia mengingatnya atau diingatkan dan waktunya masih dekat, wajib baginya menyempurnakannya segera, walaupun sudah sempat berbicara dan berpindah dari tempat shalatnya.
  7. Jika makmum yakin bahwa imam dalam keadaan lupa dan shalat imam memang belum selesai, maka makmum hendaklah diam di tempat duduknya, tidak berbicara, dan tidak berpindah.
  8. Jika imam telah diingatkan karena adanya penambahan, lalu imam tidak kembali, imam saat itu tidaklah diikuti dalam hal menambah dalam shalat tersebut. Bahkan, makmum tetap duduk dan menunggu hingga imam salam bersama makmum, atau makmum salam lebih dahulu sebelum imam. Namun, menunggu imam yang menambah hingga salam bersama itu lebih baik.
  9. Imam tidaklah mengikuti perkataan satu makmum saja jika ia menyangka masih ada yang berbeda, hingga ia mendapatkan penjelasan yakin dari yang lain.
  10. Siapa yang salam dari shalat dalam keadaan lupa dan shalat belum sempurna, maka ia melakukan dua kali sujud untuk sujud sahwi. Sujud sahwi tersebut dilakukan setelah salam. Ketika turun dan bangkit dari sujud dianjurkan bertakbir, lalu salam setelah dua kali sujud tersebut.
  11. Walaupun yang lupa tadi dalam keadaan shalat belum sempurna telah keluar dari masjid, ia tetap boleh menyempurnakan shalatnya yang kurang.

 

Referensi:

Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga. 3:214-219.

Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah. Cetakan pertama, Tahun 1443 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Musthafa Az-Zuhaily. Penerbit Maktabah Daar Al-Bayan. 1:537-538.

 

Baca Juga: Shalat Qabliyah Ashar Dua ataukah Empat Rakaat?

 

Kamis pagi, 13 Muharram 1444 H, 11 Agustus 2022

@ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button