Muslimah

Saksi dan Wali dalam Nikah

Melanjutkan pembahasan sebelumnya mengenai fikih nikah. Saat ini kita memasuki serial ketiga dari pembahasan Al Qodhi Ahmad bin Husain Al Ashfahaniy Asy Syafi’i dalam kitab matan Al Ghoyah wat Taqrib (matan Abi Syuja). Yang dibahas kali ini adalah mengenai syarat nikah yang mesti terdapat wali dan saksi.

Abu Syuja’ rahimahullah berkata,

Akad nikah tidaklah sah melainkan dengan wali dan dua saksi yang ‘adel (bukan orang fasik)[1]. Wali dan dua saksi tadi harus memenuhi 6 syarat:

  1. Islam[2]
  2. Baligh (dewasa)[3]
  3. Berakal[4]
  4. Merdeka (bukan hamba sahaya)
  5. Laki-laki [5]
  6. ‘Adel (bukan orang yang fasik)

Namun tidak perlu sampai mengislamakan si wali jika wanitanya adalah wanita dzimmi[6] (dari ahli kitab)[7]. Dan tidak perlu menyaratkan sifat ‘adel pada tuan dari hamba sahaya yang ingin dinikahi.

Urutan wali nikah[8]:

  1. Ayah
  2. Kakek (ayah dari ayah)
  3. Saudara laki-laki kandung
  4. Saudara laki-laki seayah
  5. Anak dari saudara laki-laki kandung (keponakan)
  6. Anak dari saudara laki-laki seayah (keponakan)
  7. Paman (saudara ayah)
  8. Anak dari paman (sepupu)

Jika ‘ashobah di atas tidak ada, maka perwalian beralih pada bekas hamba sahaya yang pernah dibebaskan, lalu ashobah dari hamba sahaya tadi. Jika tidak ada, barulah beralih pada wali hakim[9].

Demikian penjelasan Abu Syuja’ pada kesempatan kali ini. Selanjutnya akan berlanjut pada pembahasan khitbah (lamaran). Moga Allah mudahkan untuk membahasnya.

Wallahu waliyyut taufiq.

@ Pesantren Darush Sholihin, Warak-Girisekar, Panggang-GK, 6 Syawal 1433 H

www.rumaysho.com

Baca Juga:


[1] Dalil bahwasanya nikah mesti dengan wali dan dua orang saksi adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لا نكاح إلا بولي وشاهدي عدل

Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi”. (HR. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya. Ibnu Hibban berkata bahwasanya tidak shahih penyebutan dua orang saksi kecuali dalam hadits ini) (Lihat Tuhfatul Labiib, 2: 747). Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Walaupun hadits ini munqothi’ (terputus) hanya sampai di bawah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun kebanyakan para ulama mengamalkan hadits tersebut. Mereka berkata bahwa inilah bedanya antara nikah dan sesuatu yang hanya main-main yaitu dengan adanya saksi.” At Tirmidzi berkata, “Hadits ini diamalkan oleh para ulama dari sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para tabi’in sesudahnya dan selain mereka. Mereka berpendapat bahwa tidak ada nikah kecuali dengan adanya saksi. Tidak ada ulama terdahulu yang berselisih pendapat mengenai hal ini kecuali sebagian ulama belakangan yang berbeda.” (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 3: 149).

Syaikh Abu Malik berkata bahwa hadits yang membicarakan hal ini saling menguatkan satu dan lainnya. Jika dikatakan “tidak ada nikah”, maka itu menunjukkan bahwa adanya saksi merupakan syarat sahnya nikah. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 3: 150)

Syaikh Musthofa Al Bugho berkata, “Persaksian merupakan rukun di antara rukun akad nikah, berbeda dengan akad lainnya karena begitu agungnya dan konsekuensi besar yang ditimbulkan dari akad tersebut. Rukun ini mesti ada demi kehati-hatian dan menghindari pengingkaran. Konsekuensinya pun bisa berakibat pada pelalaian hak-hak dan nasab.” (Lihat At Tadzhib, 177)

[2] Tidak boleh non muslim menjadi wali atau menjadi saksi bagi orang muslim. Dalilnya,

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi wali (penolong) bagi sebahagian yang lain.” (QS. At Taubah: 71). Jadi wali hanyalah dari orang-orang beriman.

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا

Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa’: 141). Jadi tidak ada kekuasaan (sulthon) dan kuasa (perwalian) bagi orang kafir. Saksi termasuk perwalian. Sehingga tidak diterima persaksian non muslim bagi orang muslim.

[3] Anak kecil tidak bisa menjadi wali atau saksi (Lihat Kifayatul Akhyar, 2: 75)

[4] Orang gila tidak menjadi wali atau saksi (Lihat Kifayatul Akhyar, 2: 75)

[5] Tidak sah wanita menjadi wali untuk wanita (Lihat Kifayatul Akhyar, 2: 76).  Dalilnya,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ لاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا وَالزَّانِيَةُ الَّتِى تُنْكِحُ نَفْسَهَا بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Wanita tidak bisa menjadi wali wanita. Dan tidak bisa pula wanita menikahkan dirinya sendiri. Wanita pezina-lah yang menikahkan dirinya sendiri.” (HR. Ad Daruquthni, 3: 227. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dan Syaikh Ahmad Syakir)

[6] Kafir dzimmi yaitu orang kafir yang tinggal di negeri kaum muslimin dan sebagai gantinya mereka mengeluarkan jizyah (semacam upeti) sebagai kompensasi perlindungan kaum muslimin terhadap mereka.

[7] Imam Syafi’i berkata, “Walinya wanita kafir adalah laki-laki kafir. Karena laki-laki kafir tersebut memperhatikan harta anaknya, maka demikian dalam urusan nikah.” (Lihat Tuhfatul Labiib, 2: 749)

[8] Asalnya, tidak boleh wali yang berada dalam urutan terjauh menjadi wali selama masih ada yang dekat dalam urutan. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 3: 144)

[9] Jika tidak ada wali dari ashobah dan bekas budak, barulah beralih pada wali hakim, yaitu penguasa. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ

Penguasa adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali” (HR. Abu Daud no. 2083, Tirmidzi no. 1102, Ibnu Majah no. 1879 dan Ahmad 6: 66. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Artikel yang Terkait

18 Komentar

  1. Assalamu ‘alaikum

    Ustad..belasan tahun yg lampau seorang pria menikahi pacarnya yg dihamilinya (saat menikah telah hamil 6 bulan.) kemudian melahirkan anak perempuan. Insya Allah mereka telah lama bertobat dgn sungguh-sungguh. Kini anak perempuan tsb disekolahkan oleh ayahnya di sekolah penghafal Alquran . Sy pernah membaca artikel di laman ini bahwa anak hasil hamil diluar nikah tdk bernazab kpd ayah biologinya, dan kalau kemudian anak tsb ingin dinikahkan (1) apakah boleh ibu kandungnya menjadikan/menguasakan kpd suaminya (ayah biologis anak tsb) utk menjadi wali hakim? (2 ) apakh boleh ketika ijab kabul nama anak tsb tetap di “BIN” kan kpd ayah biologIsnya dgn niat menutupi aib itu dan agar tdk menjadi tanda tanya bagi yg mendengar ijab tsb? klo tdk boleh apa yang harus dilakukan? krn ayahnya khawatir anaknya menjadi malu dan shock sehingga meruntuhkan semangatnya utk menjadi penghafal Alquran. Jazzakumullah…

  2. Saya mau cerita dan bertanya…
    Orang kristen masuk islam karena wanita yg di nikahi agamanya islam…
    Awal mulanya mau sholat dan sebagainya…

    Lama2 udah gk mau sholat juga…
    Keluarga laki2 ini orang cina..dan menuntut anak laki2 pada istrinya…

    Manusia punya rencana tapi Allah berkehendak lain ,anak nya perempuan dua duanya…

    Anak2 nya ikut bundanya dan bpk nya meningal kan mrka tanpa nafkah sdkt pun dan tanpa kabar…

    Skrang anak2 nya udah tumbuh jadi dewasa,jika mereka menikah siapakah
    yg berhak menjadi wali nya? Sdang bpk nya tak pernah memberi
    kbr,perlukah di datangkan sang ayah untk menjadi walinya?

    1. Selama bs didatangkan mk harus didatangkan, jika tdk ada baru beralih ke wali berikutnya
      Muhammad Abduh Tuasikal
      Rumaysho.com via Iphone

      في ٠٧‏/٠٩‏/٢٠١٢، الساعة ٩:٤٩ ص، كتب “Disqus” :

  3. Assalamualaikum ww, Ustad apabila wanita telah menjanda siapa yg menjdai walinya bila ingin menikah lagi. bolehkan wali hakim atau penghulu bila saudara laki2 ataupun paman tidak berkenan menikahkan?

    1. وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.

      Tetap diutamakan walinya mulai dr ayah, tdk langsung wali hakim.

      Powered by Telkomsel BlackBerry®

  4. bismillah…
    ustadz, bolehkah seorang penghulu merangkap menjadi saksi pernikahan? karena ada seseorang yg menikah secara siri dan tdk diberitahukan ke banyak orang dan akhirnya sang penghulu mengajukan dirinya sebagai saksi kedua? apakah pernikahan tersebut sah? syukron

  5. ass.wr.wb
    jika dia seoarang wanita muslim, sedangkan kakek-nenek, ayah-ibu, kakak, adik dan semua saudara kandungnya non muslim bagaimana caranya dia menikah dengan seorang laki2 muslim, siapa yang menjadi walinya? trimakasih

    1. ass.wr.wb,ada seorang wanita sudah lama berpisah dengan suami tapi belum cerai,apakah wanita tersebut bisa nikah lagi sedangkan dari suaminya sudah mengatakan kamu saya izinkan nikah lagi,apakah kata2 suaminya tersebut merupakan talak?mohon penjelasan,,trimakasih

    2. sudah hampir 7 tahun gk di nafkahi lahir dan batin si perempuan.suaminya ada 3 kali mengatakan kamu saya ijinkan nikah,sukron,,

    3. la itu yang saya pertanyakan ustad,kata2 mengizinkan dia(perempuan) menikah bukan berarti talak?sukron

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button