Aqidah

Syarhus Sunnah: Keutamaan Ali bin Abi Thalib

Keutamaan Ali bin Abi Thalib apa saja? Anda sudah kenal?

 

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,

وَيُقَالُ بِفَضْلِ خَلِيْفَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبِيْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَهُوَ أَفْضَلُ الخَلْقِ وَأَخْيَرُهُمْ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

وَنُثَنِّي بَعْدَهُ بِالفَارُوْقِ وَهُوَ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ فَهُمَا وَزِيْرَا رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضَجِيْعَاهُ فِي قَبْرِهِ وَنُثَلِّثُ بِذِي النُّوْرَيْنِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ثُمَّ بِذِي الفَضْلِ وَالتُّقَى عَلٍّي بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ

“Dan dikatakan tentang keutamaan Khalifah (pengganti) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu adalah manusia terbaik dan terpilih sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita sebutkan di urutan kedua setelahnya adalah Al-Faruq Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Keduanya adalah orang dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang bersebelahan kuburnya. Kemudian kita sebutkan yang ketiga adalah Dzun Nuurain (pemilik dua cahaya) ‘Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, kemudian (setelahnya) adalah pemilik kemuliaan dan ketakwaan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhum ‘ajma’iin (semoga Allah meridhai mereka berempat).

Tentang ‘Ali bin Abi Thalib

Beliau adalah ‘Ali bin Abi Thalib (‘Abdu Manaf) bin ‘Abdul Muththalib (Syaibah) bin Hasyim (‘Amr) bin ‘Abdi Manaf (Al-Mughirah) bin Qushai (Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan. Beliau adalah Abu Al-Hasan dan Al-Husain (putra beliau adalah Al-Hasan dan Al-Husain). Ali diberi kunyah Abu Turab, sepupu (anak dari saudara laki-laki ayah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) sekaligus menantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari putri beliau, Fathimah Az-Zahra.

Ibu beliau adalah Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushai, ibunya digelari wanita Bani Hasyim pertama yang melahirkan putra Bani Hasyim.

Ali memiliki beberapa saudara laki-laki: Thalib, ‘Aqil, dan Ja’far. Mereka semua lebih tua dari beliau, masing-masing terpaut sepuluh tahun. Beliau memiliki dua orang saudari perempuan: Ummu Hani’ dan Jumanah. Keduanya adalah putri Fathimah bin Asad, ia telah masuk Islam dan turut berhijrah.

Ayah beliau bernama Abu Thalib. Abu Thalib adalah paman kandung yang sangat menyayangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nama Abu Thalib yang sebenarnya adalah Abdu Manaf. Demikianlah disebutkan oleh Imam Ahmad dan ulama-ulama ahli nasab dan sejarah.

Abu Thalib ini sangat menyayangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi ia tidak beriman kepada beliau. Bahkan ia mati di atas kekufuran seperti yang telah diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari.

Ali bin Abi Thalib termasuk salah seorang dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga dan salah seorang dari enam orang ahli syura. Beliau termasuk sahabat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dalam keadaan rida kepadanya. Beliau adalah khalifah Rasyid yang keempat.

 

Sifat Fisik ‘Ali

Beliau memiliki kulit berwarna sawo matang, bola mata beliau besar, dan berwarna kemerah-merahan, berperut besar, dan berkepala botak. Beliau berperawakan pendek dan berjanggut lebat. Dada dan kedua pundak beliau padat dan putih, beliau memiliki bulu dada dan bahu yang lebat, berwajah tampan, dan memiliki gigi yang bagus, ringan langkah saat berjalan.

 

Keislaman ‘Ali bin Abi Thalib dan Peran Beliau Sebelum Diangkat Menjadi Khalifah

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu masuk Islam saat beliau berusia tujuh tahun, ada yang mengatakan delapan tahun, ada pula yang mengatakan sepuluh tahun. Beliau termasuk orang yang pertama-tama masuk Islam. Beliau adalah dari kalangan anak-anak yang pertama kali masuk Islam, sebagaimana Khadijah adalah wanita yang pertama kali masuk Islam, Zaid bin Haritsah adalah budak (mawla) yang pertama kali masuk Islam, Abu Bakar adalah lelaki merdeka yang pertama kali masuk Islam. Motif ‘Ali bin Abi Thalib masuk Islam dalam usia muda disebabkan ia berada di bawah tanggungan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu pada saat penduduk Makkah tertimpa paceklik dan kelaparan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambilnya dari ayahnya. Ali bin Abi Thalib kecil hidup bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika Allah mengutus beliau menjadi seorang rasul yang membawa kebenaran, Khadijah serta ahlul bait beliau, termasuk di dalamnya Ali bin Abi Thalib segera memeluk Islam.

Ali turut berhijrah setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari kota Makkah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menugaskannya untuk membereskan utang piutang beliau dan mengembalikan barang-barang yang dititipkan kepada beliau. Kemudian Ali menyusul beliau setelah melaksanakan perintah beliau dan turut berhijrah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakannya dengan Sahal bin Hunaif.

Ali ikut serta dalam perang Badar, dan beliau memiliki jasa yang besar dalam peperangan tersebut. Beliau juga turut serta dalam peperangan Uhud, pada saat itu beliau tergabung dalam sayap kanan pasukan yang memegang panji setelah Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu. Beliau juga turut serta dalam perang Khandaq. Dalam peperangan ini beliau berhasil menewaskan jagoan Arab dan salah seorang pemberani mereka yang sangat popular, yakni Amr bin Abdu Wud Al-‘Amiri. Beliau juga turut serta dalam perjanjian Hudaibiyah dan Baiat Ar-Ridhwan. Beliau juga mengikuti peperangan Khaibar. Dalam peperangan ini beliau menunjukkan aksi yang luar biasa dan kepahlawanan yang mengagumkan. Allah memberi kemenangan lewat tangannya. Dalam peperangan ini beliau berhasil menewaskan Marhaban Al-Yahudi.

Beliau juga mengikuti Fathul Makkah, peperangan Hunain, dan peperangan Thaif. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat ke Tabuk, beliau mengangkatnya sebagai pengganti beliau di Madinah.

Sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam pandangan Ali bin Abi Thalib sama seperti umara’ dari kalangan sahabat yang lainnya, beliau berpandangan menaati Abu Bakar merupakan kewajiban dan merupakan perkara yang paling ia sukai.

Ketika Abu Bakar wafat lalu Umar memegang jabatan khalifah atas dasar wasiat Abu Bakar kepadanya, Ali bin Abi Thalib termasuk salah seorang sahabat yang membaiat Umar. Ali selalu bersama Umar dan memberikan masukan positif kepadanya.

Ketika Umar ditikam dan beliau menyerahkan urusan musyawarah kepada enam orang sahabat, salah seorang di antara mereka adalah ‘Ali bin Abi Thalib. Lalu mereka menetapkan dua orang calon yaitu Utsman dan Ali. Lalu Utsman terpilih menjadi khalifah. Namun begitu, Ali tetap mendengar dan taat kepada Utsman.

Baca Juga: Inilah Follower Sejati (Kisah Salman Al-Farisi Masuk Islam)

Keutamaan Ali bin Abi Thalib

– ‘Ali termasuk orang yang dijamin masuk surga

Dari Sa’id bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَشَرَةٌ فِى الْجَنَّةِ أَبُو بَكْرٍ فِى الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِى الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ وَعَلِىٌّ وَالزُّبَيْرُ وَطَلْحَةُ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ وَسَعْدُ بْنُ أَبِى وَقَّاصٍ

“Ada sepuluh orang yang dijamin masuk surga: Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, ‘Ali di surga, Az-Zubair di surga, Thalhah di surga, ‘Abdurrahman (bin Auf) di surga, Abu Ubaidah (bin Al-Jarrah) di surga, dan Sa’ad (bin Abi Waqqash) di surga.”

قَالَ فَعَدَّ هَؤُلاَءِ التِّسْعَةَ وَسَكَتَ عَنِ الْعَاشِرِ فَقَالَ الْقَوْمُ نَنْشُدُكَ اللَّهَ يَا أَبَا الأَعْوَرِ مَنِ الْعَاشِرُ قَالَ نَشَدْتُمُونِى بِاللَّهِ أَبُو الأَعْوَرِ فِى الْجَنَّةِ. قَالَ أَبُو عِيسَى أَبُو الأَعْوَرِ هُوَ سَعِيدُ بْنُ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ. وَسَمِعْتُ مُحَمَّدًا يَقُولُ هُوَ أَصَحُّ مِنَ الْحَدِيثِ الأَوَّلِ.

Anak Sa’id berkata, “Kalau dihitung ada sembilan, lantas tidak disebutkan yang kesepuluh.” Orang-orang berkata, “Kami berdoa kepada Allah, wahai Abul A’war siapakah yang termasuk yang kesepuluh.” Sa’id berkata, “Kalian mohon berdoa kepada Allah untukku semoga termasuk yang kesepuluh tersebut yang berada di surga.” Abu ‘Isa berkata, “Abul A’war itu adalah Sa’id bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail. Aku mendengar Muhammad sedang berkata bahwa hadits ini lebih sahih dari hadits pertama.” (HR. Tirmidzi, no. 3748. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَبُو بَكْرٍ فِى الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِى الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِى الْجَنَّةِ وَعَلِىٌّ فِى الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِى الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِى الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِى الْجَنَّةِ وَسَعْدٌ فِى الْجَنَّةِ وَسَعِيدٌ فِى الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِى الْجَنَّةِ

Abu Bakar di surga, ‘Umar di surga, ‘Utsman di surga, ‘Ali di surga, Thalhah di surga, Az-Zubair di surga, ‘Abdurrahman bin ‘Auf di surga, Sa’ad (bin Abi Waqqash) di surga, Sa’id (bin Zaid) di surga, Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarrah di surga.” (HR. Tirmidzi, no. 3747 dan Ahmad, 1:193. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).

 

– Rasulullah Mengumumkan di Khalayak Bahwa Allah dan Rasul-Nya Mencintai Ali

Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda saat perang Khaibar,

« لأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلاً يُفْتَحُ عَلَى يَدَيْهِ ، يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ، وَيُحِبُّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ » .فَبَاتَ النَّاسُ لَيْلَتَهُمْ أَيُّهُمْ يُعْطَى فَغَدَوْا كُلُّهُمْ يَرْجُوهُ فَقَالَ « أَيْنَ عَلِىٌّ » . فَقِيلَ يَشْتَكِى عَيْنَيْهِ ، فَبَصَقَ فِى عَيْنَيْهِ وَدَعَا لَهُ ، فَبَرَأَ كَأَنْ لَمْ يَكُنْ بِهِ وَجَعٌ ، فَأَعْطَاهُ فَقَالَ أُقَاتِلُهُمْ حَتَّى يَكُونُوا مِثْلَنَا . فَقَالَ « انْفُذْ عَلَى رِسْلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ، ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ ، وَأَخْبِرْهُمْ بِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ ، فَوَاللَّهِ لأَنْ يَهْدِىَ اللَّهُ بِكَ رَجُلاً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ »

Sungguh akan diberikan bendera (yang biasa dibawa oleh pemimpin pasukan, pen.) besok pada orang yang akan didatangkan kemenangan melalui tangannya di mana ia mencintai Allah dan Rasul-Nya, lalu Allah dan Rasul-Nya pun mencintai dirinya.” Lalu kemudian para sahabat bermalam dan mendiskusikan siapakah di antara mereka yang nanti akan diberi bendera tersebut. Tiba waktu pagi, mereka semua berharap-harap bisa mendapatkan bendera itu. Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam malah bertanya, “Di manakah ‘Ali?” Ada yang menjawab bahwa matanya ‘Ali sedang sakit. (Lalu ‘Ali dibawa ke hadapan Nabi, pen.), lantas beliau mengusap kedua matanya dan mendoakan kebaikan untuknya. Lantas ia pun sembuh seakan-akan tidak pernah sakit sebelumnya. Lantas bendera tersebut diberikan kepada ‘Ali dan ia berkata, “Aku akan memerangi mereka hingga mereka bisa seperti kita.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Jalanlah perlahan-lahan ke depan hingga kalian sampai di tengah-tengah mereka. Kemudian dakwahilah mereka pada Islam dan kabari mereka tentang perkara-perkara yang wajib. Demi Allah, sungguh jika Allah memberi hidayah pada seseorang lewat perantaraanmu, maka itu lebih baik dari unta merah.” (HR. Bukhari, no. 3009 dan Muslim, no. 2407).

 

– Kedudukan Ali di Sisi Rasulullah

Dari Sa’ad bin Abi Waqqash ia berkata,

خَلَّفَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلِىَّ بْنَ أَبِى طَالِبٍ فِى غَزْوَةِ تَبُوكَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ تُخَلِّفُنِى فِى النِّسَاءِ وَالْصِّبْيَانِ فَقَالَ « أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّى بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى غَيْرَ أَنَّهُ لاَ نَبِىَّ بَعْدِى ».

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meninggalkan ‘Ali bin Abi Thalib saat perang Tabuk (untuk menjaga para wanita dan anak-anak di rumah). Ali pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, engkau hanya menugasiku untuk menjaga anak-anak dan wanita di rumah?’ Maka beliau menjawab, ‘Tidakkah engkau rela mendapatkan kedudukan di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku?” (HR. Bukhari, no. 4416 dan Muslim, no. 2404. Lafaz hadits ini dari Bukhari).

 

Ayah Dari Pemimpin Pemuda Surga

Dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَأَنَّ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الْجَنَّةِ

Sesungguhnya Al-Hasan dan Al-Husain adalah pemimpin para pemuda di surga.” (HR. Tirmidzi, no. 3781. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

 

Cintailah ‘Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib mengatakan,

وَالَّذِى فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ إِنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِىِّ الأُمِّىِّ -صلى الله عليه وسلم- إِلَىَّ أَنْ لاَ يُحِبَّنِى إِلاَّ مُؤْمِنٌ وَلاَ يُبْغِضَنِى إِلاَّ مُنَافِقٌ

Demi Dzat yang membelah biji-bijian dan melepaskan angin. Sesungguhnya Nabi telah berjanji kepadaku bahwa tidak ada yang mencintaiku kecuali ia seorang mukmin, dan tidak ada yang membenciku kecuali ia seorang munafik.” (HR. Muslim, no. 78)

 

Peristiwa Terbunuhnya Ali bin Abi Thalib

Amirul Mukminin menghadapi masalah yang berat, kondisi negara saat itu tidak stabil, pasukan beliau di Irak dan di daerah lainnya membangkang perintah beliau, mereka menarik diri dari pasukan. Kondisi di wilayah Syam juga semakin memburuk. Penduduk Syam tercerai berai ke utara dan selatan. Setelah peristiwa tahkim, penduduk Syam menyebut Mu’awiyah sebagai amir.

Ibnu Jarir dan pakar sejarah lainnya menyebutkan bahwa tiga orang Khawarij, mereka adalah ‘Abdurrahman bin ‘Amr (Ibnu Muljam Al-Himyari), Al-Burak bin ‘Abdillah At-Tamimi, dan Amr bin Bakr At-Tamimi, mereka mengenang Kembali perbuatan Ali bin Abi Thalib yang membunuh teman-teman mereka di Nahrawan, mereka memohon rahmat untuk teman-teman mereka itu. Masing-masing mereka ingin membunuh Ali, Mu’awiyah, dan ‘Amr bin Al-‘Ash. Ibnu Muljam membunuh Ali saat mau berangkat shalat Shubuh, Ketika itu Ibnu Muljam berkata, “Tidak ada hukum kecuali milik Allah, bukan milikmu, dan bukan milik teman-temanmu, hai Ali!”

Ali terbunuh pada malam Jumat waktu sahur pada 17 Ramadhan 40 H. Masa kekhalifahan Ali adalah 5 tahun kurang 3 bulan. Beliau meninggal dunia dalam usia 63 tahun.

Setelah Ali wafat, kedua putranya yaitu Al-Hasan dan Al-Husain yang memandikan jenazah beliau dibantu oleh Abdillah bin Ja’far. Kemudian jenazahnya dishalatkan oleh putra tertua beliau, Al-Hasan. Jenazah Ali dimakamkan di Darul Imarah di Kufah.

Semoga Allah senantiasa meridai ‘Ali bin Abi Thalib.

 

Referensi:

Al-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan Tahun 1436 H. Imam Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi (Ibnu Katsir). Tahqiq: Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdul Muhsin At-Turkiy. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.

Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.

Baca Juga:

Diselesaikan di @ Darush Sholihin, 30 Januari 2021 (17 Jumadal Akhirah 1442 H)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumasyho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button