Mengenal Keluarga Imran (Ali Imran) dan Maryam binti Imran
Kisah keluarga Imran ini diambil dari kitab sejarah yang telah masyhur, Al-Bidayah wa An-Nihayah karya ulama terkemuka, Imam Ibnu Katsir Asy-Syafii rahimahullah.
Siapakah Imran?
Imran di sini adalah ayah dari Maryam ‘alaihimas salam. Ibnu Katsir menyebut keluarga Imran ini sebagai keluarga yang thahir dan thayyib, yaitu suci dan baik.
Muhammad bin Ishaq mengatakan bahwa nama Imran adalah Imran bin Ba-syam bin Man-sya bin Hazqiya, merupakan keturunan dari Sulaiman bin Daud. Abul Qasim Ibnu ‘Asaqir menyebut namanya ‘Imran bin Maataan, keturunan dari Sulaiman bin Daud. Pendapat yang ada menunjukkan satu kata sepakat, Imran adalah keturunan Sulaiman bin Daud.
Imran adalah pemilik tempat sembahyang Bani Israil pada zamannya.
Ibu Maryam bernama Hannah binti Faquda bin Qabil yang termasuk wanita ahli ibadah.
Pada masa itu, Zakariya adalah seorang nabi. Zakariya adalah istri dari saudara perempuan Maryam yang bernama Asy-ya’, inilah pendapat kebanyakan ulama. Pendapat lain mengatakan, Asy-ya’ adalah bibi (saudara dari ibunya) dari Maryam.
Kisah tentang Ibu Maryam, Hannah binti Faquda
Hannah adalah wanita mandul. Suatu hari ia melihat seekor burung yang memberi makan anak-anaknya. Dari situ ibu Maryam sangat berharap sekali memiliki anak. Ia pun bernazar sekiranya ia hamil, maka ia akan menjadikan anaknya pelayan di Baitulmaqdis. Para ulama mengatakan, saat itu juga darah haidh Hannah keluar. Ketika ia suci, suami Hannah menggaulinya, akhirnya ia pun mengandung Maryam.
Catatan: Kata Ibnu Katsir, orang-orang dulu biasa bernazar agar anak mereka menjadi pelayan untuk Baitulmaqdis.
Allah Ta’ala berfirman,
إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَىٰ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَىٰ ۖ وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا ۖ كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا ۖ قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَٰذَا ۖ قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
- (Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitulmaqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
- Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada setan yang terkutuk”.
- Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (QS. Ali Imran: 35-37)
Faedah: Menamakan bayi pada hari lahir
Adapun ayat,
وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ
“Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam.” Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa ayat ini dijadikan dalil untuk menamakan anak langsung pada hari lahirnya. (Al-Bidayah wa An-Nihayah, 2:419)
Hadits lain menyebutkan bahwa pemberian nama dilakukan pada hari ketujuh bersamaan dengan akikah. Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
“Setiap anak tergadaikan dengan akikahnya. Anak tersebut disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama.” (HR. Abu Daud, no. 2838; An-Nasai, no. 4220; Ibnu Majah, no. 3165; dan Ahmad, 5:12. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Faedah: Maryam dan Isa lahir tidak menangis keras saat lahir
Dalam ayat disebutkan,
وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada setan yang terkutuk.” (QS. Ali Imran: 36). Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Hal ini dikabulkan pula, sebagaimana nazar Maryam diterima. Dalam hadits disebutkan,
« مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ الشَّيْطَانُ يَمَسُّهُ حِينَ يُولَدُ فَيَسْتَهِلُّ صَارِخاً مِنْ مَسَّةِ الشَّيْطَانِإِيَّاهُ إِلاَّ مَرْيَمَ وَابْنَهَا ». ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ ( وَإِنِّى أُعِيذُهَا بِكَوَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ )
“Ketika anak lahir, setan pasti menyentuhnya hingga keluar tangisan keras. Yang selamat dari hal ini hanyalah Maryam dan putranya, Isa.” Kemudian Abu Hurairah mengatakan, “Bacalah jika kalian mau, ‘Dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada setan yang terkutuk’.” (HR. Ahmad, 2:274. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih sesuai syarat Bukhari Muslim).
Ketika Maryam Lahir
Mayoritas pakar tafsir menyebutkan bahwasanya ketika ibu Maryam melahirkannya, ia segera membungkusnya dengan kain lantas membawanya ke masjid dan menyerahkannya kepada ahli ibadah yang tinggal di sana. Maryam adalah puteri dari imam mereka sekaligus pemilik tempat ibadah tersebut. Mereka pun bersilang pendapat berkaitan dengan diri Maryam. Yang terlihat, Maryam diserahkan kepada mereka setelah disusui dan diasuh. Setelah Maryam diserahkan kepada mereka, mereka pun bersilang pendapat tentang siapa yang akan memeliharanya. Pada zaman itu, Zakariya adalah nabi mereka. Zakariya hendak mengasuhnya sendiri karena istrinya adalah saudara perempuan Maryam (atau bibinya, sebagaimana ada beda pendapat dalam masalah ini). Kondisi pun mulai memanas dan mereka menginginkan agar dilakukan undian. Akhirnya nama Zakariya yang keluar sebagai pemenang. Dalam ayat disebutkan,
وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا
“dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya.” (QS. Ali Imran: 37)
Allah juga berfirman,
ذَٰلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ ۚ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُونَ أَقْلَامَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُونَ
“Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepada kamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa.” (QS. Ali Imran: 44)
Zakariya memenangkan undian yang dilakukan sampai tiga kali. Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah, 2:422.
Selanjutnya ada kisah karamah dari Maryam dan Maryam menjadi wanita terpilih.
Referensi:
Al-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan Tahun 1436 H. Al-Hafizh ‘Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
Baca Juga:
Diselesaikan pada malam Jumat, 16 Syakban 1441 H, 9 April 2020 di Darush Sholihin
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com