Faedah Sirah Nabi: Ibrah dari Wahyu Pertama dan Wahyu Kedua
Apa ibrah (pelajaran) yang bisa diperoleh dari turunnya wahyu pertama, turunnya wahyu kedua, hingga masa kevakuman wahyu?
Pertama:
Maksud dengan adanya kevakuman wahyu adalah agar rasa takut Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam hilang dan hatinya mulai tenteram, hakikat kebenaran telah disadarinya, dan kesiapan untuk menghadapi wahyu telah tegar, maka datanglah Jibril membawa wahyu berikutnya.
Kedua:
Termasuk bagian dari hikmah kevakuman wahyu adalah bahwasanya wahyu itu hak Allah yang Dia turunkan kapan saja yang Dia kehendaki, sementara Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memiliki hak memajukan atau memundurkan.
Ketiga:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi Nabi dengan Iqra’ (turunnya awal surat Al-‘Alaq) dan menjadi Rasul dengan surah Al-Mudattsir.
Dalam hal ini, kita bisa mengambil pelajaran yaitu perlunya bertahap dalam menempuh tujuan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dengan khalwat (menyendiri) kemudian dengan mimpi yang benar, kemudian menjadi Nabi, kemudian menjadi Rasul. Begitulah seorang manusia, mulai dari belajar. Kemudian mengajar atau mengajak kepada jalan Allah, dengan bertahap.
Kita bisa mengambil kesimpulan seperti itu berdasarkan hadits Mu’adz radhiyallahu ‘anhu tatkala beliau diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Yaman. Haditsnya bisa dibaca pada link di bawah ini.
Dakwah Secara Bertahap
Keempat:
Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk bangkit dan mengajak manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaksanakannya selama lebih dari dua puluh tahun. Beliau mengajak manusia ke jalan Allah Ta’ala, dan perintah itu tidak khusus bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana ayat Iqra’ (perintah untuk membaca dan belajar) adalah untuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umatnya, begitu pula ayat-ayat awal dari surah Al-Mudattsir ditujukan pula kepada beliau dan umatnya.
Berarti kita bisa menyimpulkan dari wahyu kedua perintah berikut ini:
- Berdakwah dan memberi peringatan.
- Mengagungkan Allah.
- Menyucikan diri dari amal-amal yang rusak, begitu pula membersihkan pakaian.
- Meninggalkan dosa dan kesyirikan.
- Dilarang mengungkit-ngungkit pemberian dan meminta ganti yang lebih banyak.
- Bersabar dalam ketaatan, meninggalkan maksiat, dan menghadapi musibah.
Kelima:
Kita bisa pahami bahwa masa kenabian telah berlalu dengan fase-fase berikut.
- Ketika masa kenabian sudah dekat, tersebarlah di segala penjuru dunia berita tentang akan datangnya seorang nabi utusan Allah dan kedatangannya itu lebih dekat, yaitu mereka yang memiliki kitab pegangan mengetahui itu dari kitab suci mereka, dan yang tidak memiliki kitab, mereka ketahui dari tanda-tanda yang memperingatkan akan hal itu.
- Setelah masa kenabian sudah dekat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senang (atas petunjuk Allah) untuk melakukan khalwat (menyendiri). Beliau senantiasa ber-khalwat hingga batas waktu yang telah ditakdirkan oleh Allah.
- Beliau mendapatkan mimpi yang benar dan berlangsung selama enam bulan.
- Turunnya wahyu pertama (perintah Iqra’) kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah martabat kenabian dan bukan perintah untuk menyerukan kebenaran.
- Turunnya wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan untuk memberi peringatan adalah martabat risalah. Maka dengan begitu beliau telah diutus oleh Allah sebagai basyir (pemberi kabar gembira) dan nadzir (pemberi peringatan).
Semoga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Referensi:
- Al-Mulakhash fii Syarh Kitab At-Tauhid. Cetakan pertama, Tahun 1422 H. Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan, Penerbit Darul ‘Ashimah. Hlm. 56.
- Fikih Sirah Nabawiyah. Cetakan kelima, Tahun 2016. Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Zaid. Penerbit Darus Sunnah.
—
Selesai disusun @ Darush Sholihin, 16 Ramadhan 1439 H, bada Ashar
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com