Thoharoh

Manhajus Salikin: Bangkai yang Najis dan Suci

Bangkai itu ada yang najis dan ada yang suci. Yang dimaksud bangkai adalah segala sesuatu yang mati tidak lewat jalan penyembelihan yang syar’i.

 

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata:

Begitu pula bangkai-bangkai itu najis kecuali: (1) bangkai manusia, (2) bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir, (3) bangkai ikan, (4) bangkai belalang, semuanya suci.

Allah Ta’ala berfirman,

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai dan darah.” (QS. Al-Maidah: 3) sampai ayat yang terakhir.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang mukmin itu tidaklah najis baik ketika ia hidup maupun mati.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ

“Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah) [HR. Ibnu Majah, no. 3314. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.]

Adapun kotoran dan kencing hewan yang halal dimakan dihukumi suci.

 

Orang Mukmin Tidak Najis

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada Abu Hurairah,

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لاَ يَنْجُسُ

Sesungguhnya orang mukmin tidaklah najis.” (HR. Bukhari, no. 283 dan Muslim, no. 372).

Orang musyrik dan kafir dihukumi suci sebagaimana maksud ayat,

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آَدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan.” (QS. Al-Isra’: 70). Yang dimaksudkan dimuliakan di sini adalah hukum akan sucinya tubuh manusia, baik muslim maupun kafir, baik saat hidup maupun saat mati. Salah satu buktinya pula Allah masih bolehkan pria muslim menikahi wanita ahli kitab sebagaimana ayat,

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu.” (QS. Al-Maidah: 5).

Adapun firman Allah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini.” (QS. At-Taubah: 28)

Sebagaimana penjelasan dari Syaikh As-Sa’di dalam kitab tafsirnya (hlm. 344), orang musyrik itu najis dari sisi akidah dan amalnya. Tentu saja keyakinan mereka yang menyekutukan Allah dengan selain-Nya dianggap lebih jelek (lebih najis) karena mereka telah menjadikan bersama Allah sesembahan lain untuk diharapkan manfaat dan untuk diharapkan bisa menolak mudarat. Padahal selain Allah tidak bisa berbuat apa-apa.

 

Bangkai dari Hewan yang Darahnya Tidak Mengalir

Seperti lalat, nyamuk dan kutu dihukumi suci.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِى شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ، ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ ، فَإِنَّ فِى إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَالأُخْرَى شِفَاءً

Jika seekor lalat jatuh dalam minuman salah seorang di antara kalian, maka celupkanlah, lalu buanglah lalat tersebut karena di salah satu sayapnya terdapat racun dan sayap lainnya terdapat penawarnya.” (HR. Bukhari, no. 3320).

Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

 

Referensi:

  1. Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As- Salikin. Cetakan pertama, Tahun 1434 H. Ahmad bin ‘Abdurrahman Az-Zauman. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 1:68-72.
  2. Syarh Manhaj As-Salikin. Cetakan ketiga, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin ‘Abdillah Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj. hlm. 41-43.
  3. Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah. hlm. 344.

 

—-

Selesai disusun 8 Muharram 1439 H di Perpu Rumaysho

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

 

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button