Thoharoh

Manhajus Salikin: Najisnya Binatang Buas

Apakah binatang buas najis? Sekarang kita masih melanjutkan bahasan kitab Manhajus Salikin karya Syaikh As-Sa’di.

 

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata:

Yang termasuk najis adalah seluruh binatang buas.

 

Najisnya Binatang Buas

Yang dimaksud hewan buas di sini adalah hewan yang memiliki taring dan digunakan untuk menerkam mangsa seperti singa dan serigala; atau burung yang memiliki cakar seperti burung elang dan rajawali.

Dalil yang menunjukkan najisnya binatang buas adalah hadits diriwayatkan oleh ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai air yang ditemukan di padang pasir yang ketika itu dilewati oleh binatang buas dan binatang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Jika air telah mencapai dua qullah, maka sulit terpengaruh najis.’” (HR. Abu Daud, no. 63; An-Nasa’i, no. 52. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.)

Hadits di atas menjelaskan mengenai binatang buas yang melewati air. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah memberikan rincian apakah hewan tersebut kencing atau minum di situ. Maka dipahami bahwa jika air tersebut sedikit, maka akan terpengaruh oleh najis dan menunjukkan najisnya. Karena hewan buas itu haram dimakan dan wajib untuk menghindar darinya. Karena umumnya hewan buas itu mengonsumsi bangkai dan najis. Hal ini berbeda dengan binatang yang sering keliling di sekitar kita seperti kucing. Tubuh kucing itu suci ketika hidup, namun ketika mati dihukumi najis.

 

Kucing di Sekitar Kita

Dari Abu Qatadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kucing itu tidaklah najis. Sesungguhnya kucing merupakan hewan yang sering kita jumpai dan berada di sekeliling kita. ” (HR. Abu Daud, no. 75; Tirmidzi, no. 92; An-Nasa’i, no. 68; dan Ibnu Majah, no. 367. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menerangkan, “Kucing tidaklah najis. Namun apakah berlaku secara umum? Jawabnya, tidak. Yang tidak najis adalah air liur, sesuatu yang keluar dari hidungnya, keringat, jilatan atau bekas makan dan minumnya. Adapun untuk kencing dan kotoran kucing tetaplah najis. Begitu pula darah kucing juga najis. Karena setiap hewan yang haram dimakan, maka kencing dan kotorannya dihukumi najis. Kaedahnya, segala sesuatu yang keluar dari dalam tubuh hewan yang haram dimakan dihukumi haram. Contohnya adalah kencing, kotoran, dan muntahan.” (Fath Dzi Al-Jalali wa Al-Ikram, 1:110)

 

Pendapat Lain, Hewan Buas itu Suci

Pendapat lain menyatakan bahwa as-sibaa’ (hewan buas) itu suci. Adapun hadits ‘Umar yang disebutkan di atas tidaklah menunjukkan najisnya hewan buas. Dalil mafhum pun dihukumi lemah. Dalil haramnya binatang buas tidak menunjukkan bahwa hewan buas itu najis. Ingat kaedah para ulama, “Setiap najis diharamkan untuk dimakan. Namun tidak setiap yang haram dimakan itu najis.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 21:16).

Pendapat terakhir ini adalah pendapat ulama Malikiyah, juga dikatakan oleh ulama Syafi’iyah dan salah satu pendapat dalam madzhab Hambali. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah lebih cenderung pada pendapat yang menyatakan hewan buas tidak najis. Kalau disimpulkan, dalil dari dua kubu yang menajiskan dan tidak menajiskan sama-sama kuat. Namun pendapat yang menyatakan tidak najisnya binatang buas lebih kuat. Wallahu a’lam.

Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

 

Referensi:

  1. Fath Dzi Al-Jalali wa Al-Ikram bi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, tahun 1425 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Madarul Wathan.
  2. Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As- Salikin. Cetakan pertama, Tahun 1434 H. Ahmad bin ‘Abdurrahman Az-Zauman. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 1:66-67.
  3. Majmu’ah Al-Fatawa. Cetakan keempat, Tahun 1432 H. Ahmad bin ‘Abdul Halim Al-Harrani. Penerbit Darul Wafa’ dan Dar Ibnu Hazm.
  4. Syarh Manhaj As-Salikin. Cetakan ketiga, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin ‘Abdillah Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj. hlm. 41.

 

Diselesaikan di Perpus Rumaysho, Kamis pagi, 1 Muharram 1439 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

 

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button