Shalat

Shalat Gerhana di Siang Hari, Apa Dikeraskan Bacaan?

Kita tahu bahwa shalat di siang hari biasa dengan bacaan yang sirr, tidak dikeraskan. Bagaimana jika terjadi gerhana matahari (di siang hari), apakah bacaannya tetap dikeraskan?

Coba perhatikan hadits berikut dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- جَهَرَ فِى صَلاَةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِى رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeraskan (menjaherkan) bacaannya dalam shalat kusuf (shalat gerhana). Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at.” (HR. Bukhari, no. 1065; Muslim, no. 901)

Di antara faedah yang bisa diambil dari hadits di atas:

  • Disyari’atkan mengeraskan bacaan (menjaherkan) ketika pelaksanaan shalat gerhana baik ketika di siang hari (gerhana matahari) maupun di malam hari (gerhana bulan). Karena shalat gerhana termasuk shalat sunnah yang diperintahkan berjama’ah. Dalam shalat jama’ah seperti ini diperintahkan untuk dijaherkan, sama halnya seperti shalat istisqa’ (minta hujan), shalat ‘ied dan shalat tarawih.
  • Hadits yang disebutkan di atas dimaksudkan untuk gerhana matahari, gerhana bulan pun sama.
  • Juga dari hadits, bisa disimpulkan bahwa shalat gerhana itu dua raka’at. Dalam dua raka’at tersebut terdapat empat kali ruku’ dan empat kali sujud.

Baca juga: Panduan Shalat Gerhana

Namun, dalam kitab Mu’nis Al-Jaliis bi Syarh Al-Yaquut An-Nafiis li Al-‘Allaamah Ahmad bin ‘Umar Asy-Syathiri (1:248) disebutkan:

  • Untuk shalat gerhana matahari, bacaan surah dengan sirr (cukup didengar oleh orang yang shalat) kecuali matahari tenggelam dan masih shalat, maka dilanjutkan bacaan surah dengan jahr.
  • Untuk shalat gerhana bulan, bacaan surah dengan jahr (lebih dari didengar oleh orang yang shalat) kecuali matahari telah terbit dan masih shalat, maka dilanjutkan bacaan surah dengan sirr.

Berarti ada beda pendapat dalam masalah ini.

Baca juga: Tata Cara Shalat Gerhana Ringkas dan Jelas

Semoga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.

 

Referensi:

  • Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. 4: 157-158. Cetakan ketiga, tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  • Mu’nis Al-Jaliis bi Syarh Al-Yaquut An-Nafiis li Al-‘Allaamah Ahmad bin ‘Umar Asy-Syathiri. Cetakan pertama, Tahun 1442 H. Syaikh Musthafa bin Ahmad bin ‘Abdin Nabi Abu Hamzah Asy-Syafi’i. Penerbit Daar Adh-Dhiyaa’.
  • Subul As-Salam Al-Muwshilah ila Bulugh Al-Maram. 3: 205-207. Cetakan kedua, tahun 1432 H. Muhammad bin Isma’il Al-Amir Ash-Shan’ani. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

 

 

@ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 21 Jumadal Ula 1437 H

Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad Abduh Tuasikal

Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button