Akhlaq

Hati-Hati Share Berita Bisa Jadi Dituduh Dusta

Ada saja yang bisa dijadikan berita koran. Padahal sebenarnya amat bahaya jika kita menceritakan setiap apa yang kita dengar. Karena kadang berita tersebut benar dan kadang dusta. Maka perlu hati-hati dan selektif dan share atau menyebar suatu berita, apalagi berita koran, atau hanya kabar burung.

Begini haditsnya, Hafsh bin ‘Ashim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

Cukup seseorang dikatakan dusta, jika ia menceritakan segala apa yang ia dengar.” (HR. Muslim no. 5). Imam Nawawi rahimahullah membawakan hadits di atas pada Shahih Muslim dalam judul Bab “Larangan membicarakan semua yang didengar.”

Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim ketika menjelaskan hadits di atas menyatakan, “Seseorang bisa dikatakan berdusta, karena berita yang didengar bisa jadi ditambah-tambah. Adapun makna hadits dan atsar yang ada dalam bab ini berisi peringatan membicarakan setiap apa yang didengar oleh manusia. Karena yang didengar bisa jadi benar, bisa jadi dusta. Itulah kebiasaan yang terjadi di tengah-tengah kita. Jika seseorang menceritakan setiap apa yang ia dengar, maka ia telah berdusta karena memberitakan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.

Menurut pendapat yang paling tepat, dusta itu adalah memberitakan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Dalam hal ini tidak dipersyaratkan kesengajaan. Namun kalau dengan sengaja, maka itu syarat orang tersebut dikenai dosa. Wallahu a’lam.”

Jadi hati-hatilah share berita koran. Wallahu waliyyut taufiq.

Selesai disusun di Panggang, Gunungkidul @Darush Sholihin, Shubuh hari 29 Jumadats Tsaniyyah 1436 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti update artikel Rumaysho.Com di Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat (sudah 3,6 juta fans), Facebook Muhammad Abduh Tuasikal, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom

Untuk bertanya pada Ustadz, cukup tulis pertanyaan di kolom komentar. Jika ada kesempatan, beliau akan jawab.

Artikel yang Terkait

9 Komentar

    1. Syukron atas perhatian Ustadz. Jazakallahu khairon…. Afwan Ustadz….. di link itu saya menanyakan sesuatu hal. Begini Ustadz, saya menikah 17 thn yg lalu. Pd waktu menikah istri dlm kondisi hamil 3 bulan. Astaghfirullah…… kalau ingat jaman itu saya sangat menyesal sekali…. Pd waktu itu kami blm menjalankan agama dng sungguh2. Termasuk pengetahuan kami ttg hal yg Ustadz sampaikan di link itu kami sama sekali blm paham. Waktu itu setahu kami apabila pacaran hamil hrs secepatnya menikahi. Yg menjadi pertanyaan kami sekarang, apakah kami hrs menikah ulang?

    2. Pada waktu itu kami dinikahkan penghulu dari KUA. Kami juga memiliki buku nikah seperti yg lain. Kondisi hamil yg tahu hanta saya dan istri saya, Ustadz. Org tua kami berempat semuanya tdk ada yg tahu. Bpk penghulupun tdk tahu. Waktu itu begitu saya tahu calon istri saya terlambat haid, saya langsung tes sendiri dan hasilnya positip, langsung saya minta nikah kpd org tua tanpa memberitahu kondisi calon istri saya. Tanda tanya di benak saya apakah sy hrs menikah ulang sangat mengganggu pikiran saya. Sy sdh bertanya kpd bbrp Ustadz via SMS tapi beliau2 tdk membalas. Baru Ustadz Abduh yg bersedia balas SMS/email saya. Syukron Ustadz, jazakallahu khairon….

    3. Baik Ustadz, Insya Allah akan saya bicarakan dng istri saya untuk akad ulang. Barakallahu fiik….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button