Shalat

Sifat Shalat Nabi (34): Aturan Berisyarat dengan Jari Ketika Tasyahud

Ada beberapa aturan berisyarat dengan jari ketika tasyahud (tahiyat) yang diajarkan oleh Imam Nawawi rahimahullah berarti aturan ini berdasarkan madzhab Syafi’i dengan dukungan dalil. Penjelasannya sebagai berikut.

1- Isyarat jari tersebut diarahkan ke arah kiblat. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Al-Baihaqi dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma.

2- Diniatkan dengan isyarat tersebut untuk menunjukkan ikhlas dan tauhid. Hal ini disebutkan oleh Al-Muzani dalam Mukhtashar Al-Muzani, juga pendapat ulama Syafi’iyah lainnya. Al-Baihaqi beralasan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang majhul dari kalangan sahabat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berisyarat dengan jari untuk menunjukkan tauhid (ikhlas). Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia menyatakan bahwa hal itu untuk menunjukkan keikhlasan.

3- Dimakruhkan beisyarat dengan dua jari telunjuk dari dua tangan. Karena yang disunnahkan tangan kiri dibentangkan (tidak berisyarat).

4- Seandainya tangan kanan terpotong, sunnah berisyarat dengan jari menjadi gugur. Sunnah tersebut tidak bisa tergantikan dengan tangan lain karena nantinya hal sunnah pada lainnya akan ditinggalkan. Sama halnya dengan thawaf, tiga putaran pertama disunnahkan untuk melakukan raml (berjalan dengan langkah cepat, pen.). Jika putaran ketiga tidak bisa melakukan raml, maka tidak perlu hal tadi dilakukan di putaran keempat karena sunnah meninggalkan raml di putaran keempat jadi tidak dilakukan.

5- Pandangan orang yang bertasyahud adalah memandang pada isyarat jarinya. Hal ini berdasarkan riwayat Al-Baihaqi dan selainnya dari hadits ‘Abdullah bin Az-Zubair bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangan kanan dan berisyarat dengan jarinya, lantas pandangannya pada isyarat jari tersebut. Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang shahih. Wallahu a’lam.

Demikian keterangan Imam Nawawi dalam Al-Majmu’, 3: 302. Semoga bermanfaat, wallahu waliyyut taufiq.

 

Referensi:

Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzzab li Asy-Syairazi. Cetakan kedua, tahun 1427 H. Al-Imam Abu Zakariya Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar ‘Alamil Kutub.

Selesai disusun di Pantai Gesing, Panggang, Gunungkidul, 2 Syawal 1436 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti update artikel Rumaysho.Com di Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat (sudah 3,6 juta fans), Facebook Muhammad Abduh Tuasikal, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom

Untuk bertanya pada Ustadz, cukup tulis pertanyaan di kolom komentar. Jika ada kesempatan, beliau akan jawab.

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button