Dinasti Abbasiyah dikenal sebagai puncak kejayaan peradaban Islam ketika Baghdad berdiri megah sebagai pusat ilmu, ekonomi, dan kemakmuran dunia. Di balik kegemilangan politik dan peradaban itu, Islam terus menanamkan nilai keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah sebagai fondasi masyarakat. Teladan keluarga Muslim ideal tetap hadir melalui rumah tangga yang dibangun atas iman, akhlak, dan kontribusi sosial. Salah satu contoh terbaiknya tampak pada keluarga Khalifah Harun ar-Rasyid dan permaisurinya, Sayyidah Zubaidah, yang kebaikannya menebar manfaat hingga lintas generasi.
Apa Itu Dinasti Abbasiyah?
Dinasti Abbasiyah atau Kekhalifahan Abbasiyah adalah salah satu dinasti kekhalifahan Islam yang paling penting dalam sejarah peradaban Islam.
• Pendirian dan Periode Kekuasaan: Dinasti ini didirikan pada tahun 750 M oleh Abu al-Abbas al-Saffah setelah berhasil menggulingkan Dinasti Umayyah dalam Pertempuran Zab. Kekuasaan Abbasiyah berlangsung lama, yaitu sekitar lima abad (132 H/750 M hingga 656 H/1258 M).
• Asal Nama: Nama “Abbasiyah” diambil dari nama Abbas bin Abdul Muththalib, paman termuda Nabi Muhammad SAW, yang merupakan nenek moyang pendiri dinasti ini.
• Ibu Kota: Ibu kota dipindahkan dari Damaskus ke Baghdad (di Irak), yang kemudian menjadi salah satu kota terbesar dan pusat peradaban, ilmu pengetahuan, budaya, dan perdagangan dunia.
• Masa Keemasan: Dinasti Abbasiyah, terutama pada periode awalnya (sekitar tahun 750–861 M, puncaknya di bawah Khalifah Harun ar-Rasyid dan Al-Ma’mun), dikenal sebagai Zaman Keemasan Islam.
o Pusat Ilmu Pengetahuan: Didirikan Bayt al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan) di Baghdad, yang menjadi pusat penerjemahan karya-karya dari Yunani, Persia, dan India ke dalam bahasa Arab, serta pusat penelitian.
o Perkembangan Intelektual: Terjadi kemajuan pesat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti matematika (Al-Khawarizmi dengan aljabar), sains, astronomi, kedokteran, dan filsafat.
• Perubahan Sosial dan Politik: Berbeda dengan Dinasti Umayyah yang didominasi Arab, Abbasiyah lebih mengedepankan asimilasi dan memasukkan bangsa-bangsa non-Arab (terutama Persia dan kemudian Turki) ke dalam sistem pemerintahan dan militer. Hal ini turut berkontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan.
Keluarga Sakinah, Shalehah di Masa Abbasiyah
Meskipun sumber sejarah Abbasiyah lebih banyak menyoroti pencapaian politik, ilmu pengetahuan, dan militer, konsep keluarga sakinah (tenang/damai), mawaddah (cinta), wa rahmah (kasih sayang), dan shalehah (saleh/baik)merupakan cita-cita ideal dalam Islam yang tetap menjadi landasan bagi masyarakat Muslim, termasuk pada masa Abbasiyah.
Prinsip-prinsip ini berakar kuat dari Al-Qur’an dan Sunnah, bukan hanya terbatas pada masa dinasti tertentu. Keluarga-keluarga Muslim yang ideal pada masa Abbasiyah akan berusaha menerapkan prinsip-prinsip ini, terutama karena adanya kemajuan ilmu agama yang pesat.
Ciri-ciri keluarga yang dianggap sakinah dan shalehah pada masa itu (sesuai ajaran Islam) meliputi:
1. Fondasi Keimanan dan Ketaatan:
o Rumah tangga dibangun di atas fondasi Al-Qur’an dan Sunnah, di mana setiap anggota keluarga memiliki kecenderungan kepada agama dan berusaha menaati ajaran Allah.
o Tujuannya adalah menunaikan misi ibadah dan kekhalifahan manusia di muka bumi.
2. Mawaddah wa Rahmah:
o Suami dan istri berinteraksi dengan kasih sayang dan saling menghormati. Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21 menjadi dalil utama bagi tujuan pernikahan untuk mencapai ketenangan (sakinah), cinta (mawaddah), dan kasih sayang (rahmah).
o Suami-istri berusaha untuk saling menguatkan dalam kebaikan dan menghindari pertikaian.
3. Keseimbangan Hak dan Kewajiban:
o Suami bertindak sebagai pemimpin keluarga yang wajib mencukupi nafkah yang halal dan memperlakukan istri dengan baik.
o Istri yang shalehah adalah yang patuh kepada Allah dan kepada suami dalam hal yang diperbolehkan agama, serta memelihara harta benda dan kehormatan suaminya.
4. Pendidikan dan Akhlak:
o Orang tua, terutama pada masa keemasan ilmu di Abbasiyah, sangat menekankan pendidikan dan bimbingan keagamaan kepada anak-anak.
o Mereka memberikan contoh akhlak yang terpuji dan mengajarkan anak-anak untuk berbakti kepada orang tua. Di masa Abbasiyah, majunya ilmu pengetahuan membuat akses terhadap pendidikan agama dan umum menjadi sangat penting dalam keluarga.
5. Pola Hidup Sederhana dan Kontribusi Sosial:
o Keluarga cenderung menerapkan pola hidup hemat dan sederhana serta bersikap santun dalam bergaul.
o Keluarga yang shalehah juga diharapkan berkontribusi untuk kebaikan masyarakat di lingkungannya, yang sesuai dengan semangat peradaban Abbasiyah yang maju.
Secara ringkas, di tengah kemegahan peradaban Abbasiyah yang berpusat di Baghdad, keluarga yang sakinah dan shalehah adalah mereka yang menjaga keutuhan spiritual dan keseimbangan etika rumah tangga sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, sekaligus berperan aktif dalam lingkungan sosial yang berintelektual tinggi.
Keluarga Harun Ar-Rasyid dan Zubaidah
1. Konteks Sejarah: Puncak Keemasan Dinasti Abbasiyah
Kita sering mendengar tentang Zaman Keemasan Islam, dan puncaknya berada di masa Dinasti Abbasiyah, dengan pusatnya di Baghdad . Baghdad saat itu adalah pusat peradaban dunia, melebihi kota mana pun.
• Didirikan: Pada tahun 762 M oleh Khalifah Al-Manshur.
• Kejayaan: Mencapai puncaknya di bawah pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasyid (memerintah 786–809 M).
• Fakta Kunci: Pada masa ini, didirikan Bayt al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan), pusat ilmu pengetahuan terbesar yang mengumpulkan ilmu dari Yunani, Persia, dan India.
Di tengah kemegahan inilah, kita menemukan teladan keluarga Muslim yang luar biasa: Harun ar-Rasyid dan istrinya, Sayyidah Zubaidah.
2. Harun ar-Rasyid: Pemimpin yang Berilmu dan Beriman
Harun ar-Rasyid adalah pemimpin yang digambarkan oleh sejarawan, Al-Thabari, sebagai sosok yang sangat disegani, namun juga dekat dengan ulama.
• Amal Ibadah: Beliau sering bergantian menjalankan ibadah Haji (satu tahun beliau berhaji, tahun berikutnya mengirimkan utusan haji). Beliau juga dikenal rutin melaksanakan shalat sunnah dan bersedekah.
• Cinta Ilmu: Harun ar-Rasyid adalah patron (pelindung) ilmu pengetahuan. Beliau mendukung penuh gerakan penerjemahan dan pengembangan ilmu di Bayt al-Hikmah.
Namun, di balik kesuksesan seorang pemimpin, ada peran signifikan dari sang istri.
3. Sayyidah Zubaidah: Permaisuri yang Visioner dan Saleh
Sayyidah Zubaidah adalah putri Ja’far dan cucu dari Khalifah kedua Abbasiyah, Al-Manshur. Nama aslinya adalah Amatul Aziz. Zubaidah berarti “gumpalan mentega” (bermakna cantik dan gemuk), sebuah nama panggilan yang diberikan oleh kakeknya karena kecantikannya.
Zubaidah bukan hanya cantik, tetapi juga kaya raya, cerdas, berpendidikan tinggi, dan sangat religius.
A. Dukungan Intelektual dan Agama (Sakinah dalam Visi)
Dalam keluarga sakinah mereka, keduanya saling mendukung dalam hal kebaikan dan ilmu.
• Pendidikan di Istana: Diceritakan bahwa istana Zubaidah selalu ramai dengan pelayan wanita yang mahir dalam ilmu agama dan hafal Al-Qur’an. Suara bacaan Al-Qur’an dari istananya konon terdengar seperti “dengungan lebah”. Ini menunjukkan atmosfer spiritual yang ia ciptakan di tengah hiruk pikuk politik istana.
• Pendorong Kemajuan Ilmu: Harun ar-Rasyid mendapat banyak dorongan dari Zubaidah untuk memajukan pendidikan. Sebuah keluarga shalehah adalah keluarga yang mendukung pasangannya menjadi lebih baik, tidak hanya dalam hal duniawi, tetapi juga dalam urusan akhirat dan peradaban.
B. Amal Jariyah Ikonik: ‘Ain Zubaidah (Mawaddah dan Rahmah untuk Umat)
Keteladanan terbesar Zubaidah terletak pada pengorbanan hartanya untuk kepentingan umum.
• Latar Belakang: Saat berhaji, Zubaidah melihat penderitaan jamaah yang sangat kesulitan mendapatkan air bersih di Mekah. Harga air saat itu melambung tinggi.
• Keputusan Heroik: Ia memutuskan untuk menggunakan seluruh hartanya—diperkirakan mencapai jutaan Dinar emas—untuk membangun sistem penyediaan air yang monumental.
• Proyek Raksasa: Proyek yang dikenal sebagai ‘Ain Zubaidah (Mata Air Zubaidah) ini melibatkan pembangunan saluran air bawah tanah sepanjang puluhan kilometer, membelah gunung, dan melintasi lembah.
• Pelayanannya Kekal: Saluran air ini mengalirkan air ke Mekah dan daerah sekitarnya, serta sepanjang jalur haji (Darb Zubaidah), dan manfaatnya dirasakan oleh jutaan jamaah haji selama berabad-abad setelah ia wafat.
Ini adalah bukti kasih sayang (rahmah) Zubaidah yang meluas, tidak hanya untuk suaminya, tetapi untuk seluruh umat Islam. Keluarga yang shalehah adalah keluarga yang memberikan kontribusi terbaik kepada masyarakat.
Penutup dan Ibrah (Pelajaran)
Kisah Harun ar-Rasyid dan Zubaidah mengajarkan kepada kita bahwa:
- Keluarga Sakinah dibangun atas visi yang sama dalam ketaatan dan ilmu.
- Harmoni Rumah Tangga sejati adalah saling mendukung untuk beramal shaleh yang dampaknya luas.
- Harta Kekayaan harus menjadi sarana untuk amal jariyah, bukan tujuan akhir.
Ditulis di Jakarta, 6 Desember 2025
Artikel Rumaysho.Com



