Keluarga

5 Cacat yang Membolehkan Pembatalan Pernikahan dalam Islam

Pernikahan dalam Islam dibangun di atas asas kasih sayang dan tujuan menjaga keturunan. Namun, terkadang muncul cacat fisik atau mental yang dapat menghalangi terwujudnya tujuan itu. Syariat pun memberi ruang bagi suami atau istri untuk membatalkan akad jika ditemukan cacat yang menghalangi kenikmatan atau keberlangsungan rumah tangga.

Al-Qadhi Abu Syuja’ dalam Matan Taqrib berkata,

وَتُرَدُّ الْمَرْأَةُ بِخَمْسَةِ عُيُوبٍ: بِالْجُنُونِ، وَالْجُذَامِ، وَالْبَرَصِ، وَالرَّتْقِ، وَالْقَرَنِ.
وَيُرَدُّ الرَّجُلُ بِخَمْسَةِ عُيُوبٍ: بِالْجُنُونِ، وَالْجُذَامِ، وَالْبَرَصِ، وَالْجَبِّ، وَالْعُنَّةِ.

Seorang perempuan dapat ditolak pernikahannya (atau dikembalikan) karena lima cacat: gila, kusta, belang (vitiligo/albarash), rahim atau kemaluan yang tertutup (ratq), dan gangguan organ kelamin yang menghalangi hubungan (qarn).

Demikian pula, seorang laki-laki dapat ditolak karena lima cacat: gila, kusta, belang (vitiligo/albarash), kebiri atau hilangnya kemampuan alat kelamin (jabb), dan impotensi permanen (‘innah).

PENJELASAN

Bab Cacat pada Perempuan dan Laki-laki

Perempuan dapat ditolak pernikahannya karena lima cacat: gila, kusta, belang (vitiligo), rahim atau kemaluan yang tertutup (al-ratq), dan kelainan pada vagina berupa tulang/benjolan yang menghalangi hubungan intim (al-qarn).
Demikian pula, laki-laki dapat ditolak karena lima cacat: gila, kusta, belang (vitiligo), kebiri (al-jabb), dan impotensi permanen (‘innah).

Tidak diragukan lagi, pernikahan pada hakikatnya bertujuan untuk keberlangsungan rumah tangga, dengan tujuan utama adalah tercapainya kenikmatan dan hubungan suami-istri (istimtā‘). Namun, sebagian cacat tersebut menghalangi tujuan inti tersebut. Misalnya:

* Al-jabb (kebiri) yaitu terpotongnya alat kelamin laki-laki, dan al-‘innah (impotensi), keduanya menyebabkan hilangnya kemampuan berhubungan seksual.

* Al-ratq (tertutupnya jalan kemaluan perempuan dengan daging) dan al-qarn (adanya tulang atau daging tumbuh dalam vagina) juga menghalangi terjadinya hubungan seksual.

* Adapun gila, kusta, dan belang, meskipun tidak selalu menghalangi secara fisik, tetapi menimbulkan ketidaksenangan jiwa dan merusak kesempurnaan kenikmatan.

Karena itu, syariat memberikan hak khiyār (pilihan untuk membatalkan akad nikah) bila cacat-cacat ini ditemukan. Bila tidak ada hak khiyār, maka pernikahan berpotensi menimbulkan mudharat yang berkelanjutan, sementara Islam menegaskan prinsip: “lā dharar wa lā dhirār” (tidak boleh menimbulkan bahaya dan tidak boleh saling membahayakan).

Dasar dari ketentuan ini adalah riwayat bahwa Rasulullah ﷺ pernah menikahi seorang wanita dari kabilah Ghifār. Ketika beliau masuk menemuinya, beliau melihat ada bercak putih pada sisi tubuhnya (menandakan belang/lepra). Rasulullah ﷺ pun bersabda:

«ٱلْبَسِي ثِيَابَكِ وَٱلْحَقِي بِأَهْلِكِ»

“Pakailah pakaianmu dan kembalilah kepada keluargamu.”

Beliau ﷺ kemudian menegur keluarganya: “Kalian telah menipu saya (dengan menyembunyikan aib ini).”
Menurut riwayat dari Ibn ‘Umar, yang dimaksud dengan al-kish adalah sisi tubuh.

Maka, nash (teks tegas) menetapkan adanya hak khiyār pada kasus belang (barash), sedangkan cacat lain diqiyaskan kepadanya karena sama-sama menghalangi kesempurnaan kenikmatan pernikahan.

Ibn ‘Umar juga meriwayatkan sabda Nabi ﷺ:

«أَيُّمَا رَجُلٍ تَزَوَّجَ ٱمْرَأَةً بِهَا جُنُونٌ أَوْ جُذَامٌ أَوْ بَرَصٌ فَمَسَّهَا فَلَهَا صَدَاقُهَا وَذَلِكَ لِزَوْجِهَا عَلَى وَلِيِّهَا»

“Siapa saja lelaki yang menikahi seorang perempuan, lalu ternyata padanya terdapat penyakit gila, kusta, atau belang, kemudian ia telah menyentuhnya, maka bagi perempuan itu mahar, dan tanggung jawabnya kembali kepada walinya.”

Karena itu, pernikahan dipandang sebagai akad mu‘āwadah (akad timbal balik) yang dapat dibatalkan bila terdapat cacat yang berpengaruh pada tujuan utama pernikahan, sebagaimana akad jual-beli yang dapat dibatalkan bila barang rusak.

Cacat-cacat ini terbagi menjadi tujuh:

1. Tiga yang sama-sama bisa menimpa laki-laki dan perempuan: gila, kusta, dan belang.

2. Dua yang khusus pada laki-laki: al-jabb (kebiri) dan al-‘innah (impotensi).

3. Dua yang khusus pada perempuan: al-ratq (tertutupnya jalan kemaluan) dan al-qarn (kelainan pada vagina).

Dengan demikian, jumlah cacat yang memungkinkan khiyār bisa mencapai lima pada masing-masing pihak, sebagaimana dijelaskan para ulama.

Adapun cacat selain itu, menurut mayoritas ulama, tidak menyebabkan adanya hak khiyār, meskipun menimbulkan ketidaknyamanan, seperti bau badan menyengat (ṣanān), bau mulut (bukhr), istihādhah yang terus-menerus, atau luka bernanah yang mengeluarkan cairan. Ada juga pendapat yang memberi hak khiyār karena hal-hal tersebut menimbulkan rasa jijik, tetapi pendapat yang kuat tidak membolehkannya.

Selain itu, ada perincian dalam kasus sempitnya jalan kemaluan perempuan sehingga tidak bisa berhubungan kecuali menyebabkan ifḍā’ (sobeknya jalan antara kemaluan dan saluran kencing). Menurut sebagian ulama, bila penyebabnya adalah kelainan yang tidak wajar (di luar kebiasaan), maka suami berhak membatalkan. Namun, jika masih memungkinkan berhubungan dengan laki-laki bertubuh kecil atau normal, maka tidak ada hak khiyār.

Terakhir, kemandulan (al-‘uqm) pada suami atau istri, atau kondisi istri yang mengalami ifḍā’ (robeknya saluran antara kemaluan dan kencing), tidak termasuk alasan untuk khiyār menurut mayoritas ulama.

 

Referensi: Fathul Qarib, Kifayatul Akhyar

 

___

 

Makkah Al-Mukarramah, 20 Jumadilawal 1447 H, 11 November 2025

Muhammad Abduh Tuasikal 

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button