Hukum Shalat di Belakang Imam yang Shalat Duduk
Dalam shalat berjamaah, imam dijadikan untuk diikuti dalam seluruh gerakannya. Namun, bagaimana jika imam tidak mampu berdiri dan harus shalat dalam keadaan duduk? Apakah makmum tetap berdiri atau wajib ikut duduk bersamanya? Artikel ini membahas perbedaan pendapat ulama dan penjelasan hadis-hadis sahih terkait hukum shalat di belakang imam yang shalat duduk.
Hukum Shalat di Belakang Imam yang Shalat Duduk
Shalat berjamaah di belakang imam yang shalat dalam keadaan duduk hukumnya sah, menurut pendapat yang paling kuat di antara para ulama, karena hal tersebut telah ditetapkan dalam sunnah Nabi ﷺ.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallāhu ‘anhā, ia berkata:
اشْتَكَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَدَخَلَ عَلَيْهِ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِهِ يَعُودُونَهُ، فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسًا، فَصَلُّوا بِصَلَاتِهِ قِيَامًا، فَأَشَارَ إِلَيْهِمْ أَنْ اجْلِسُوا، فَجَلَسُوا، فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ: إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا، وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا، وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا
“Rasulullah ﷺ pernah sakit. Lalu beberapa sahabat datang menjenguk beliau. Ketika itu Rasulullah ﷺ shalat dalam keadaan duduk, maka para sahabat pun shalat mengikuti beliau dalam keadaan berdiri. Beliau memberi isyarat agar mereka duduk, maka mereka pun duduk. Setelah selesai, beliau bersabda, ‘Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti. Jika ia rukuk, maka rukuklah kalian; jika ia bangkit, maka bangkitlah kalian; dan jika ia shalat sambil duduk, maka shalatlah kalian sambil duduk.’” (HR. Bukhari, no. 647 dan Muslim, no. 623)
Lebih Utama: Imam yang Tidak Mampu Berdiri Hendaknya Menunjuk Pengganti
Meskipun sah, yang lebih utama adalah tidak menjadikan imam yang tidak mampu berdiri, jika masih ada orang lain yang bisa menggantikannya. Hal ini untuk menghindari perbedaan pendapat di kalangan ulama yang berpendapat bahwa shalat di belakang imam duduk tidak sah, serta untuk menyempurnakan bentuk shalat berjamaah.
Imam an-Nawawi rahimahullāh berkata:
“Imam asy-Syafi’i dan para sahabatnya berkata: Disunnahkan bagi imam yang tidak mampu berdiri untuk menunjuk orang lain menggantikan dirinya menjadi imam yang shalat dalam keadaan berdiri, sebagaimana Rasulullah ﷺ pernah menunjuk pengganti. Hal ini juga untuk keluar dari khilaf (perbedaan pendapat) orang yang tidak membolehkan makmum bermakmum kepada imam yang duduk, karena posisi berdiri lebih sempurna dan lebih mendekati kesempurnaan bentuk shalat.” (Syarh al-Muhadzdzab, 4/162)
Begitu pula Ibnu Qudamah rahimahullāh berkata:
“Disunnahkan bagi imam yang sakit dan tidak mampu berdiri untuk menunjuk pengganti, karena para ulama berbeda pendapat tentang sahnya shalat di belakang imam yang duduk. Maka dengan menunjuk pengganti, ia keluar dari perbedaan tersebut. Selain itu, shalat dalam keadaan berdiri lebih sempurna, maka disunnahkan imam yang sempurna shalatnya menjadi imam.” (Al-Mughni, 2/28)
Hukum Shalat di Belakang Imam yang Shalat Duduk dari Awal
Jika kita mengatakan bahwa shalat di belakang imam yang duduk adalah sah, maka apabila imam memulai shalatnya sejak awal dalam keadaan duduk, makmum wajib mengikuti shalat sambil duduk pula.
Ini adalah pendapat mazhab Zhahiriyah dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad yang dipilih oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah.
Pendapat Mazhab Zhahiriyah dan Riwayat dari Ahmad
Ibnu Hazm rahimahullah berkata:
“Abu Sulaiman dan para sahabat kami berpendapat: Seorang yang sakit boleh menjadi imam dalam keadaan duduk bagi orang-orang yang sehat, namun para makmum tidak boleh shalat di belakangnya kecuali juga dalam keadaan duduk, dan ini harus dilakukan.” Ali (yakni Ibnu Hazm) berkata: ‘Kami berpegang dengan pendapat ini.’ (Al-Muhalla, 2/104)
Dalil-Dalil Mereka
Dalilnya adalah hadis dari Jabir radhiyallāhu ‘anhu:
عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ: اشْتَكَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَصَلَّيْنَا وَرَاءَهُ وَهُوَ قَاعِدٌ، وَأَبُو بَكْرٍ يُسْمِعُ النَّاسَ تَكْبِيرَهُ، فَالْتَفَتَ إِلَيْنَا، فَرَآنَا قِيَامًا، فَأَشَارَ إِلَيْنَا فَقَعَدْنَا، فَصَلَّيْنَا بِصَلَاتِهِ قُعُودًا، فَلَمَّا سَلَّمَ قَالَ: إِنْ كِدْتُمْ آنِفًا لَتَفْعَلُونَ فِعْلَ فَارِسَ وَالرُّومِ، يَقُومُونَ عَلَى مُلُوكِهِمْ وَهُمْ قُعُودٌ، فَلَا تَفْعَلُوا، ائْتَمُّوا بِأَئِمَّتِكُمْ، إِنْ صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا، وَإِنْ صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا.
“Rasulullah ﷺ pernah sakit. Kami pun shalat di belakang beliau dalam keadaan beliau duduk, sedangkan Abu Bakar mengumandangkan takbir agar didengar orang banyak. Rasulullah ﷺ menoleh kepada kami dan melihat kami berdiri, lalu memberi isyarat agar kami duduk. Maka kami pun duduk dan shalat mengikuti beliau dalam keadaan duduk. Setelah selesai, beliau bersabda: ‘Tadi hampir saja kalian melakukan seperti yang dilakukan orang Persia dan Romawi; mereka berdiri di hadapan raja-raja mereka yang sedang duduk. Janganlah kalian berbuat demikian! Ikutilah imam kalian. Jika ia shalat berdiri, maka shalatlah kalian berdiri; dan jika ia shalat duduk, maka shalatlah kalian duduk.’” (HR. Muslim, no. 624)
Hadis lain yang senada:
Dari Anas radhiyallāhu ‘anhu:
وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا أَجْمَعُونَ
“Jika imam shalat dalam keadaan duduk, maka shalatlah kalian semua dalam keadaan duduk.”
(HR. Muslim, no. 622)
Dari Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu:
وَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا، وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا أَجْمَعُونَ
“Apabila imam shalat dalam keadaan berdiri, maka shalatlah kalian semua dalam keadaan berdiri; dan apabila ia shalat dalam keadaan duduk, maka shalatlah kalian semua dalam keadaan duduk.” (HR. Muslim, no. 628)
Penegasan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Asal dari perintah adalah wajib, terlebih lagi Nabi ﷺ menjelaskan sebabnya di awal hadis dengan sabdanya: ‘Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti.’
Kedua, ketika Rasulullah ﷺ pernah shalat bersama para sahabat dalam keadaan tidak mampu berdiri, dan para sahabat tetap berdiri, beliau memberi isyarat agar mereka duduk. Isyarat itu dilakukan di tengah-tengah shalat, menunjukkan bahwa perintah duduk adalah wajib.
Maka pendapat yang benar adalah: jika imam shalat dalam keadaan duduk, maka makmum wajib shalat dalam keadaan duduk pula. Jika mereka tetap berdiri, maka shalat mereka batal.” (Asy-Syarh al-Mumti’, 4/230)
Riwayat Kedua dari Imam Ahmad: Duduk Tidak Wajib, Hanya Disunnahkan
Riwayat kedua dari Imam Ahmad — dan ini menjadi pendapat resmi mazhab Hanbali — menyatakan bahwa duduk di belakang imam yang duduk hanya disunnahkan, tidak wajib. Jika makmum tetap berdiri, maka shalatnya tetap sah.
Dalam Al-Insaf (2/261) disebutkan: “(Dan mereka shalat di belakangnya sambil duduk) — ini adalah mazhab tanpa keraguan, dan dipegang oleh mayoritas ulama Hanbali.
(Jika mereka tetap berdiri, maka shalatnya sah menurut salah satu pendapat) — yakni, berdasarkan pandangan yang mengatakan mereka shalat sambil duduk. Ada dua riwayat: salah satunya menyatakan sah, dan ini adalah pendapat yang lebih kuat dan lebih masyhur dalam mazhab.” (Al-Insaf, 2/261)
Pendapat Ketiga: Wajib Berdiri di Belakang Imam yang Duduk
Pendapat ketiga menyatakan bahwa makmum wajib tetap berdiri di belakang imam yang duduk, dan jika makmum ikut duduk padahal mampu berdiri, shalatnya tidak sah.
Ini adalah pendapat ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah.
Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Mazhab kami (Syafi’iyah) berpendapat bahwa shalat makmum yang berdiri di belakang imam yang duduk adalah sah, dan mereka tidak boleh shalat sambil duduk. Pendapat ini juga dipegang oleh Ats-Tsauri, Abu Hanifah, Abu Tsaur, Al-Humaidi, dan sebagian Malikiyah. Sedangkan Al-Auza’i, Ahmad, Ishaq, dan Ibnu Mundzir berpendapat: shalat mereka di belakang imam duduk boleh dengan duduk, tidak boleh dengan berdiri. Adapun Imam Malik dalam satu riwayat serta sebagian muridnya berpendapat: tidak sah shalat di belakang imam yang duduk, baik duduk maupun berdiri.” (Syarh al-Muhadzdzab, 4/162)
Imam Nawawi menambahkan penjelasan dengan mengutip hadis dari ‘Aisyah radhiyallāhu ‘anhā: Bahwa Rasulullah ﷺ dalam sakit yang menyebabkan beliau wafat memerintahkan Abu Bakar radhiyallāhu ‘anhu untuk mengimami shalat.
Ketika Abu Bakar telah memulai shalat, Rasulullah ﷺ merasa agak ringan, lalu keluar dengan dituntun oleh dua orang sahabat hingga kakinya terseret di tanah. Beliau duduk di sebelah kiri Abu Bakar, dan Nabi ﷺ menjadi imam dalam keadaan duduk, sedangkan Abu Bakar berdiri mengikuti beliau, dan para sahabat mengikuti Abu Bakar. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi ﷺ tetap menjadi imam meskipun duduk, dan Abu Bakar berdiri di sampingnya.
Cara Mengompromikan Dalil-Dalil yang Tampak Berbeda
Para ulama yang mewajibkan duduk di belakang imam duduk — dan pendapat ini lebih kuat — menjelaskan hadis Abu Bakar di atas dengan catatan bahwa Abu Bakar memulai shalat dalam keadaan berdiri.
Maka, saat Nabi ﷺ datang di tengah-tengah shalat dan duduk, para makmum tetap berdiri karena mereka mengikuti posisi awal Abu Bakar.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan: “Kedua hadis ini bisa dikompromikan dengan mudah, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ahmad. Para sahabat tetap berdiri karena Abu Bakar memulai shalat dengan berdiri.
Maka kita katakan: jika seorang imam di tengah shalat tiba-tiba sakit dan tidak mampu berdiri lalu meneruskan shalatnya dalam keadaan duduk, maka makmum tetap menyempurnakan shalat dalam keadaan berdiri.
Namun, jika imam sejak awal shalat sudah duduk, maka makmum pun harus duduk.
Dengan demikian, kedua hadis dapat diamalkan sekaligus tanpa saling bertentangan.” (Asy-Syarh al-Mumti’, 4/233)
Kesimpulan
- Jika imam memulai shalat sejak awal dalam keadaan duduk, maka makmum wajib ikut duduk — ini pendapat yang lebih kuat.
- Jika imam memulai shalat dalam keadaan berdiri, lalu di tengah shalat terpaksa duduk karena uzur, maka makmum tetap berdiri dan tidak perlu ikut duduk.
Pendapat ini menggabungkan seluruh dalil, sebagaimana penjelasan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah.
—-
20 Oktober 2025, perjalanan DS – JIH
Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com