Matan Taqrib: Seputar Darah Haidh, Nifas, dan Istihadhah
Bagaimana memahami darah haidh, darah nifas, dan darah istihadhah? Semoga pelajaran matan taqrib bisa memahamkannya.
Pengertian Darah Haidh, Nifas, dan Istihadhah
Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Taqrib menyebutkan,
وَيَخْرُجُ مِنَ الفَرْجِ ثَلاَثَةُ دِمَاءٍ دَمُ الحَيْضِ وَالنِّفَاسِ وَالاِسْتِحَاضَةِ
فَالحَيْضُ : هُو الدَّمُ الخَارِجُ مِنْ فَرْجِ المَرْأَةِ عَلَى سَبِيْلِ الصِّحَّةِ مِنْ غَيْرِ سَبَبِ الوِلاَدَةِ وَلَوْنُهُ أَسْوَدُ مُحْتَدِمٌ لَذَّاعٌ ، وَ النِّفَاسُ : هُوَ الدَّمُ الخَارِجُ عَقِبَ الوِلاَدَةِ ، وَ الاِسْتِحَاضَةُ: هُوَ الدَّمُ الخَارِجُ فِي غَيْرِ أَيَّامِ الحَيْضِ وَالنِّفَاسِ .
Ada tiga darah yang keluar dari kemaluan wanita:
- Darah haidh.
- Darah nifas.
- Darah istihadhah.
- Darah haidh adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita dalam keadaan normal, bukan karena melahirkan. Darah haidh itu hitam kemerah-merahan disertai nyeri.
- Darah nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan.
- Darah istihadhah adalah darah yang keluar bukan pada hari-hari haidh dan nifas.
Penjelasan:
Haidh secara bahasa berarti saylaan (sesuatu yang mengalir). Darah haidh adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita (qubul) dari wanita yang telah mencapai sembilan tahun qamariyah (menurut perkiraan), darahnya itu normal, bukan karena sebab melahirkan, keluar pada waktu tertentu (memiliki siklus bulanan), warnanya itu merah kehitam-hitaman.
Allah menyebutkan mengenai darah haidh:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci (mandi).” (QS. Al-Baqarah: 222).
Catatan:
- Semisal warna hitam adalah warna kuning dan merah, itu termasuk haidh.
Tanda darah haidh berhenti
- Terlihat al-qashshah al-baydha’, yaitu cairan putih keluar dari rahim ketika berhentinya darah haidh.
- Terlihat jufuf (kering), yaitu dinilai suci ketika sudah terasa kering. Tandanya adalah dicoba dengan kapas, lalu tidak tampak lagi cairan kuning dan cairan keruh.
Tanda selesainya wanita dari haidh tergantung kebiasaan. Ada wanita yang memiliki tanda dengan keluarnya al-qashshah al-baydha’, ada yang al–jufuf saja, ada juga yang kedua-duanya. Kebanyakan wanita tanda berhentinya adalah al-qashshah al-baydha’, ada juga dengan al-jufuf. Al-qashshah al-baydha’ adalah tanda yang paling terlihat jelas. Jadi, kalau sudah terlihat al-qashshah al-baydha’, tidak perlu lagi menunggu al-jufuf.
Beberapa wanita pernah diutus menemui Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan membawa wadah kecil berisi kapas. Kapas itu terdapat warna kuning. Aisyah pun berkata,
لاَ تَعْجَلْنَ حَتَّى تَرَيْنَ الْقَصَّةَ الْبَيْضَاءَ . تُرِيدُ بِذَلِكَ الطُّهْرَ مِنَ الْحَيْضَةِ
“Janganlah terburu-buru (menganggap suci) sampai engkau melihat al-qashshah al-baydha’ (cairan putih).” (HR. Bukhari secara mu’allaq, tanpa sanad).
- Nifas secara bahasa berarti wiladah (melahirkan). Secara syari, nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan.
- Istihadhah secara bahasa berarti saylaan (mengalir). Secara istilah syari, darah istihadhah adalah darah yang keluar dari urat di bagian dasar rahim, keluar pada selain hari haidh dan nifas, darahnya tidak normal. Darah selain haidh dan nifas termasuk darah istihadhah.
Baca juga: Seputar Hukum Haidh dan Nifas
Lamanya Darah Haidh dan Nifas
Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Taqrib menyebutkan,
وَأَقَلُّ الحَيْضِ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ وَأَكْثَرُهُ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْماً وَغَالِبُهُ سِتٌّ أَوْ سَبْعٌ وَأَقَلُّ النِّفَاسِ لَحْظَةٌ وَأَكْثَرُهُ سِتُّوْنَ يَوْماً وَغَالِبُهُ أَرْبَعُوْنَ وَأَقَلُّ الطُّهْرِ بَيْنَ الحَيْضَتَيْنَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْماً وَلاَ حَدَّ لِأَكْثَرِهِ وَأَقَلُّ زَمَنٍ تَحِيْضُ فِيْهِ المَرْأَةُ تِسْعُ سِنِيْنَ وَأَقَلُّ الحَمْلِ سِتَّةُ أَشْهُرٍ وَأَكْثَرُهُ أَرْبَعُ سِنِيْنَ وَ أَقَلُّ الحَمْلِ سِتَّةُ أَشْهُرٍ وَأَكْثَرُهَا أَرْبَعُ سِنِيْنَ وَغَالِبُهُ تِسْعَةُ أَشْهُرٍ.
Masa haidh paling minimal adalah sehari semalam, sedangkan paling lama adalah lima belas hari. Biasanya lama haidh adalah enam atau tujuh hari. Masa nifas paling pendek adalah sejenak, sedangkan paling lama adalah enam puluh hari. Biasanya lama nifas adalah empat puluh hari. Masa suci paling minimal antara dua haidh adalah lima belas hari dan tidak ada batasan jangka waktu paling lamanya.
Umur perempuan mengalami haidh paling sedikit adalah sembilan tahun. Jangka waktu hamil paling sedikit adalah enam bulan, sedangkan paling lama adalah empat tahun. Namun masa hamil biasanya adalah sembilan bulan.
Kaidah untuk memahami darah haidh dan nifas
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata dalam Manhaj As-Salikin,
وَالْأَصْلُ فِي اَلدَّمِ اَلَّذِي يُصِيبُ اَلْمَرْأَةَ: أَنَّهُ حَيْضٌ، بِلَا حَدٍ لِسِنِّه، وَلَا قَدَرِهِ، وَلاَ تَكَرُّرِهِ
إِلَّا إِنْ أَطْبَقَ اَلدَّمُ عَلَى اَلْمَرْأَةِ، أَوْ صَارَ لَا يَنْقَطِعُ عَنْهَا إِلَّا يَسِيرًا فَإِنَّهَا تَصِيرُ مُسْتَحَاضَة
Hukum asal pada darah yang didapati wanita adalah haidh, tanpa dibatasi usia, kadar lama, maupun pengulangannya.
Kecuali bila darah tersebut keluar begitu banyak pada wanita atau darah tersebut tidak berhenti kecuali sedikit (sebentar), maka dihukumi sebagai darah istihadhah.
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa tidak ada batasan minimal atau maksimal lamanya haidh. Selama wanita melihat kebiasaan haidhnya terus menerus, maka dihukumi haidh. Jika kurang dari sehari, tetapi darah tersebut terus keluar, maka dihukumi haidh. Begitu pula jika lebih dari tujuh belas hari dan keluar terus menerus, maka dihukumi haidh. Adapun jika darah keluar selamanya terus menerus, diketahui seperti itu bukanlah haidh. Karena sudah diketahui secara syari dan menurut pengertian bahasa, seorang wanita kadang mengalami suci, kadang mengalami haidh. Ketika suci ada hukum tersendiri, begitu pula ketika haidhnya. (Majmu’ah Al-Fatawa, 19:237)
Baca juga: Safinatun Naja, Seputar Hukum Haidh dan Nifas
Referensi:
- Al-Imtaa’ bi Syarh Matan Abi Syuja’ fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh Hisyam Al-Kaamil Haamid. Penerbit Dar Al-Manar.
–
Diselesaikan pada 14 Jumadal Ula H, 8 Desember 2022
Artikel Rumaysho.Com