Memakai Cadar di Saudi Arabia
Ada suatu pelajaran yang bisa kita petik dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah ketika menyikapi masalah cadar. Perlu diketahui bahwa wanita wajib menutup aurat yaitu seluruh tubuhnya. Dan yang diperselisihkan oleh para ulama adalah mengenai wajah dan telapak tangan apakah wajib ditutup ataukah tidak. Kita tahu bahwa menurut madzhab Hambali menutup wajah itu wajib. Sehingga sudah jadi hal yang ma’ruf kita lihat di mana pun di tempat umum, para wanita memakai cadar bahkan disertai dengan pakaian hitam atau gelap.
Namun ada barangkali yang enggan memakai cadar di Saudi Arabia yang notabene bermadzhab Hambali karena menganggap bahwa di negeri asalnya bukanlah suatu hal yang wajib. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin akan menerangkan bahwa setiap wanita yang berada di negeri yang mewajibkan cadar harus mengikuti pendapat tersebut. Karena jika ia membuka wajahnya di negeri tersebut, maka pasti akan memudhorotkan yang lain.
Dalam kajian Liqo’ Al Bab Al Maftuh, Syaikh rahimahullah menerangkan,
“Kita di Kerajaan Saudi Arabia mewajibkan pada wanita untuk menutup wajah. Kami mewajibkan wanita untuk menutup wajah seperti itu walaupun sampai ada wanita yang mengatakan, ‘Kami mengikuti madzhab A dan membuka wajah itu boleh’. Kami bisa menjawab, ‘Tetap engkau tidak boleh membuka wajahmu. Karena engkau hanyalah orang awam yang belum sampai derajat ijtihad. Engkau beralasan mengikuti madzhab tersebut karena bersesuaian dengan kehendakmu. Padahal memilih pendapat sesuai kemauan sendiri seperti ini haram.’
Adapun jika ada seorang ulama yang mengamalkan ijtihadnya dan berpendapat bahwa tidak mengapa wanita menyingkap wajahnya, lalu ia berpendapat bahwa suatu saat istrinya akan membuka wajahnya, maka kami katakan tidak mengapa. Namun tidak boleh ia membuka wajah di negeri yang memerintahkan untuk menutup wajah. Seperti ini terlarang karena dapat memudhorotkan yang lain. Dan para ulama sepakat bahwa menutup wajah itu lebih utama. Jika menutup wajah itu lebih utama dan dengan alasan itu kami mewajibkan menutup wajah, maka itu bukan berarti kami mewajibkan sesuatu yang tidak wajib menurut madzhabnya. Namun yang kami wajibkan adalah melakukan yang lebih afdhol yaitu menutup wajah dan itu juga disepakati menurut madzhabnya. Selain itu, janganlah umat di negeri ini sekedar mengikuti saja pendapat lainnya yang ini bisa menimpulkan perpecahan.
Adapun jika seseorang pergi ke negerinya yang tidak mewajibkan cadar, maka kami pun tidak memaksakan untuk menerapkan pendapat kami di sana. Selama permasalahan itu ijtihadiyah dan berdasarkan pemahaman dari setiap ulama terhadap dalil serta itulah yang ia anggap rojih (lebih kuat), maka kami pun tidak memaksakan pendapat kami.” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh kaset no. 49)
Wallahu waliyyut taufiq.
Baca artikel Rumaysho.com seputar cadar:
– Aku Merasa Aneh dengan Cadar
– Ulama Besar Syafi’iyah Bicara Hukum Cadar
– Menutup Cadar Menurut Madzhab Syafi’i
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, selepas shalat Isya’ 27 Rajab 1433 H
Ustadz, bagaimana sebaiknya jika wanita bercadar yang sedang safar melakukan shalat dmn masjid/mushola nya memiliki pembatas yg rendah atau bahkan tidak memiliki pembatas? Apakah boleh shalat mengenakan cadar?
assalamualaikum mhn ijin copas. sgt bermanfaat.trmksh
Ustadz saya baca buku karangan Muhammad Nashiruddin al Albani, berjudul Jilbaabul Mar’ah Muslimah fil Kitaabi was Sunnah, dimana beliau berpendapat jilbab itu tidak wajib namun akan lebih utama jika dipakai. Membuka wajah bagi wanita hukumnya mubah (boleh), tapi bukan wajib.
Izinkan saya memberikan pendapat sebagai wanita. Jika ulama besar Islam saat ini mewajibkan semua wanita memakai cadar, maka bagi wanita yang kadar imannya masih lemah itu akan terasa sangat berat untuk dijalankan. Cukuplah ia menutup auratnya dengan jilbab yg syar’i. Bukankah pria pun harus menundukkan pandangannya? Mengapa jika pria tidak berhasil mengalahkan syahwatnya, lalu kami wanita yang diharuskan menanggungnya dengan menggunakan cadar? Menggunakan cadar bagi wanita yang kadar keimanannya belum tinggi adalah sangat berat. Jika itu diwajibkan, maka ia akan menggunakannya tidak dengan ikhlas, tapi takut kepada peraturan, takut kepada ulama. Dan itu malah membuat ia terjerumus dosa syirik kecil, yaitu riya, atau tidak karena Allah. Jika Rasulullah tidak mewajibkan cadar, mengapa ulama berfikir mereka lebih baik dalam memberikan fatwa dibanding beliau?
Wanita yang sudah mencapai keimanan tinggi ia akan mendapat hidayah di hati.
Pertama : ia bisa merasakan dan mengerti bagaimana wajahnya bisa memberi fitnah bagi laki-laki. dan ia tidak ingin menjadi kaki tangan setan yang ingin mencelakakan saudara seiman.
Kedua : wanita yang imannya tinggi akan tumbuh sifat pemalu. Pemalu yang sangat pemalu. Sifat itu bukan karakter dari lahir, tapi sifat ini muncul karena manisnya iman. Di hatinya akan timbul rasa gelisah (tidak aman) jika ada laki-laki bukan suami atau anak atau bapaknya yang memandang. Ia ingin bersembunyi, ia ingin ngumpet, ia malu dan gelisah karena hatinya merasa terusik. Maka ia akan memilih untuk tinggal di rumah karena ia akan merasa aman di dalamnya. Rumah menjadi bentengnya. Dan jika ia terpaksa harus keluar rumah, ia akan mengenakan cadarnya sebagai ganti benteng rumahnya. Ia mengenakan cadar karena ia merasa butuh itu. Butuh perlindungan agar ia merasa aman dan nyaman. Ia tidak ingin diganggu walau hanya dipandang. Tidak perlu disuruh atau diwajibkan, ia akan memakai sendiri cadarnya. Itulah wanita solehah sejati. Allah telah memberinya rasa manisnya iman. Semua peraturan agama yang bagi wanita lain terasa membelenggu baginya terasa ringan dan…..sangat indah. Ia sama sekali tidak merasa terpenjara karenanya. Hijab merupakan benteng kemuliaan baginya.
Mewajibkan bercadar bagi setiap wanita, menurut saya adalah berlebihan, karena rasulullah pun sabar terhadap umatnya yang wanita dan tidak ingin memberatkan. Hati beliau penuh kelembutan dan kasih sayang. Tetapi banyak ulama saat ini yang notabene adalah kaum pria berfatwa dengan keras bahwa cadar itu wajib, tanpa peduli masih banyak wanita yang jatuh bangun dalam membangun keimanan. Apalagi di zaman sekarang dimana pemudi Islam banyak yang terpengaruh dengan peradaban Barat. Bagaimana mereka akan bisa kita rangkul jika belum-belum sudah diwajibkan memakai cadar? Biarlah keinginan memakai cadar itu keluar dari hati wanita, sedikit demi sedikit dengan sering mendengar nasehat, berzikir, hati mereka akan semakin melembut dan hidayah itu akan datang.
Mengapa harus lebih keras dari Rasulullah? Bukankah itu termasuk ghuluw? Bukankah Islam itu di pertengahan? Kalau Rasulullah tidak mewajibkan, pasti beliau ada alasannya. Dan tidak ada yang lebih baik dalam mengetahui ketetapan Allah selain Rasulullah.
Sesungguhnya Islam itu indah dan lemah lembut.
jadi maksudnya jika kita pergi ke saudi kita wajib bercadar disana, walaupun jika kita dinegeri kita, kta tdk menggunakan cadar?
Yg kami maksud adl jika menetap di saudi
Muhammad Abduh Tuasikal
Riyadh, Kingdom of Saudi Arabia
By my IPhone
في ٢٢/٠٦/٢٠١٢، الساعة ٦:١٠ ص، كتب “Disqus” :
ustadz, mau tanya cadar yang dimaksud haruskah menutup mata/ diberi purdah ?
boleh kelihatan mata atau tertutup satu mata.