Keluarga

Risalah Talak (5), Talak Ketika Dahulu Kafir

Seperti kita tahu bersama bahwa dalam Islam ada tiga kali kesempatan talak. Talak pertama dan kedua, masih boleh rujuk. Sedangkan talak ketiga membuat suami tidak bisa langsung menikahi istrinya yang dulu, sampai mantan istri menikah lagi dengan pria lain dan cerai dengan cara yang wajar, baru setelah itu boleh menikah lagi. Masalah yang kita bahas saat ini adalah mengenai talak yang terjadi ketika dahulu kafir dan saat ini telah masuk Islam.

Hal ini bisa saja terjadi, semisal pada suami yang kafir atau musyrik yang telah mentalak istrinya dua kali –dulu di masa kekafirannya-, lalu ia masuk Islam. Apakah talak yang dahulu terhitung? Atau ketika masuk Islam, yang dahulu tidak teranggap lagi, jadi ia masih tetap punya kesempatan tiga kali talak?

Masalah ini terdapat beda pendapat di antara para ulama.

Pendapat pertama, talak orang kafir di masa kafirnya, tetap sah. Menurut mayoritas ulama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan sahnya nikah orang musyrik, begitu pula talaknya. Dalil-dalil yang mendukung hal ini adalah firman Allah Ta’ala,

وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ

Dan (begitu pula) istri Abu Lahab, pembawa kayu bakar” (QS. Al Lahab: 4).  Dalam ayat ini istri Abu Lahab masih disebut istri, padahal keduanya sama-sama kafir. Artinya, pernikahan mereka adalah pernikahan yang sah. Maka hal ini pun berlaku dalam masalah talak.

Begitu pula dalam ayat,

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ

Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir” (QS. At Tahrim: 10). Padahal istri kedua nabi tersebut kafir, namun masih disebut istri.

Juga dalam ayat,

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آَمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ

Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman” (QS. At Tahrim: 11). Begitu pula istri Fir’aun itu beriman, namun masih disebut istri. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan mengenai ayat ini, “Hakikat penyandaran kata istri pada Fir’aun menunjukkan teranggapnya pernikahan keduanya”.[1]

Alasan lain, orang kafir dibebani cabang-cabang syari’at menurut pendapat yang rojih (yang lebih kuat).

Pendapat kedua, menurut Imam Malik, Daud Azh Zhohiri, dan Ibnu Hazm serta pendapat Al Hasan Al Bashri, Qotadah, Robi’ah, talak orang kafir di masa ia kafir tidaklah teranggap. Alasan mereka adalah sebagai berikut:

1. Firman Allah Ta’ala,

قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ وَإِنْ يَعُودُوا فَقَدْ مَضَتْ سُنَّةُ الْأَوَّلِينَ

Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu” (QS. Al Anfal: 38).

2. Hadits ‘Amr bin Al ‘Ash, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنَّ الإِسْلاَمَ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ

Sesungguhnya Islam menghapus dosa yang telah lalu” (HR. Muslim no. 121).

3. Ketika ada yang masuk Islam di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tidak menanyakan kepada mereka berapa talak yang telah dilakukan terhadap istrinya sebelum ia masuk Islam.

4. Hukum asal bagi setiap perbuatan orang kafir adalah tidak teranggap kecuali nikah karena ada penetapan akan teranggapnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan talak (cerai) masih tetap seperti hukum asal, yaitu tidak teranggap ketika talak tersebut terjadi di masa kekafiran.

Pendapat terkuat dalam masalah ini adalah pendapat pertama. Sebagaimana nikah orang kafir itu sah di masa ia kafir, maka demikian pula talaknya. Oleh karenanya, jika seorang Nashrani dahulu pernah mentalak istrinya sebanyak dua kali, berarti ia masih punya satu kali kesempatan lagi untuk mentalak.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Jika orang kafir telah mentalak istrinya sebanyak tiga kali, lalu ia menikahi istrinya lagi sebelum disela pernikahan dengan pria lain, lalu ia menyetubuhi istrinya, kemudian ia masuk Islam, maka nikah setelah tiga talak tadi tidak teranggap. Namun jika seseorang mentalak istrinya kurang dari tiga kali, lalu ia masuk Islam, maka ia masih punya kesempatan talak yang tersisa”.[2]

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Menurut pendapat yang shahih (dan perselisihannya tidak terlalu kuat dalam madzhab Syafi’i), jika seseorang  telah mentalak istrinya sebanyak tiga kali, lalu ia masuk Islam, maka ia tidak boleh menikahi istrinya yang dulu sampai istrinya menikah lagi dengan pria lain lalu cerai”.[3]

Bagi yang belum menelaah dan mendalami risalah talak sebelumnya, silakan membaca tulisan berikut: Talak dalam Keadaan Marah.

Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.

 

Kumpulan risalah talak di rumaysho.com:

1. Risalah Talak (1), Hukum dan Macam Talak.

2. Risalah Talak (2), Syarat Talak.

3. Risalah Talak (3), Talak dalam Keadaan Mabuk.

4. Risalah Talak (4), Talak dalam Keadaan Marah.


@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 14 Jumadal Ula 1433 H

www.rumaysho.com



[1] Al Mughni, 10: 37.

[2] Al Mughni, 10: 37.

[3] Minhajuth Tholibin, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Darul Basyair Al Islamiyah, cetakan kedua, 1426 H, 2: 460

Artikel yang Terkait

Satu Komentar

  1. Assalamu’alaikum
    lalu bagaimana ustadz kalau didalam ajaran orang kafir tersebut tidak mengenal talak, atau tidak adanya perceraian, atau dalam agamanya yg lalu misal mengatur batas talak 10 kali misalnya? karena ada juga pandangan yg menganggap pernikahannya diakui tetapi perceraiannya tidak dianggap. karena misal suami istri jadi mualaf maka tidak harus nikah ulang, tapi talaknya tidak dianggap. karena tentunya seorang mualaf telah berlepas diri dari kaidahnya agama terdahulu yg kafir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button