Keluarga

Hubungan Seksual yang Terlarang

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Saking ingin menambah cinta dan kemesraan, sebagian pasangan suami istri melakukan hubungan seks yang terlarang, apalagi ditambah karena tidak pernah “ngaji” atau mendalami ilmu agama. Karena jauh dari agama, apa pun dianggap halal.

Dalam hubungan seksual (coitus), asalnya boleh-boleh saja dengan berbagai cara asalkan tidak melanggar syariat atau tuntunan Islam. Berikut kami sebutkan dua hubungan seks yang terlarang, ditambah dengan bahasan hukum oral seks. Semoga bermanfaat bagi pasutri sekalian.

Pertama: Seks anal

Seks anal adalah menyetubuhi istri pada duburnya (anus). Kita tahu bersama bahwa anus adalah tempat keluarnya kotoran dan berbagai macam kuman. Apalagi anus tidak menghasilkan cairan sebagaimana pada vagina wanita, sehingga dapat berakibat fatal bagi alat seksual saat berhubungan. Dari sinilah di antara alasan mengapa seks anal seperti ini terlarang.

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama yang jadi rujukan dalam Islam bersepakat haramnya menyetubuhi istri pada duburnya baik saat wanita tersebut haid atau suci”. Ulama Syafi’iyah pun berpendapat, “Tidak halal menyetubuhi seseorang di duburnya begitu pula menyetubuhi hewan seperti itu dalam keadaan apa pun itu. Wallahu a’lam.” (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 10: 6). Hadits yang mendasari larangan ini adalah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا

Benar-benar terlaknat orang yang menyetubuhi istrinya di duburnya.” (HR. Ahmad 2: 479. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits tersebut hasan)

مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم-

Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (HR. Tirmidzi no. 135, Ibnu Majah no. 639. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Allah Ta’ala pun menerangkan bahwa kita hendaknya menyetubuhi istri di kemaluan. Dalam sebuah ayat disebutkan,

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. Al Baqarah: 223).

Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “ ‘الْحَرْثُ’ dalam ayat tersebut bermakna tempat bercocok tanam. Artinya, anak itu tumbuh dari hubungan di kemaluan dan bukan di dubur. Jadi maksud ayat tersebut adalah setubuhilah istri kalian pada kemaluannya, tempat tumbuhnya janin. Sedangkan makna ‘أَنَّى شِئْتُمْ’ yaitu sesuka kamu bagaimana variasi hubungan seks, mau dari arah depan atau belakang, atau antara keduanya, atau pun dari arah kiri. Dalam ayat tersebut, Allah menyebut wanita sebagai ladang dan dibolehkan mendatangi ladang tersebut yaitu pada kemaluannya. Selain atsar disebutkan bahwa seks anal semacam ini termasuk bentuk liwath shugro (sodomi yang ringan). Dalam hadits yang shahih juga disebutkan,

إنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي مِنْ الْحَقِّ لَا تَأْتُوا النِّسَاءَ فِي حُشُوشِهِنَّ

Sungguh Allah tidaklah malu dari kebenaran. Janganlah kalian menyetubuhi wanita di duburnya” (HR. Al Baihaqi). Kata “الْحُشُّ” yang dimaksud adalah dubur, yaitu tempat yang kotor. Allah Ta’ala sendiri mengharamkan menyetubuhi wanita haid karena adanya haid di kemaluaannya. Bagaimana lagi jika yang disetubuhi adalah tempat yang keluarnya najis mughollazhoh (najis yang berat)? Seks anal tidak dipungkuri lagi termasuk jenis liwath (sodomi). Menurut madzhab Abu Hanifah, Syafi’iyah, pendapat Imam Ahmad dan Hambali, perbuatan seks anal ini haram, tanpa adanya perselisihan di antara mereka. Demikian pula hal ini menjadi pendapat yang nampak pada Imam Malik dan pengikutnya.” (Majmu’ Al Fatawa, 32: 267-268)

Kedua: Hubungan seks saat menstruasi

Sebagian kalangan ada yang menghalalkan di saat wanita menstruasi (haid). Padahal dari sisi kesehatan pun sangat tidak dianjurkan karena:

1. Saat haid terjadi peluruhan lapisan endometrium (lapisan dinding rahim bagian dalam) yang mengandung berbagai  macam protein serta asam amino. Namun, jika ternyata tidak terjadi pembuahan, maka endometrium tersebut bisa menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan berbagai penyakit. Nah, bisa dipastikan kuman penyakit yang masuk ke endometrium ini masuk melalui pintu vagina. Selain vagina, penis juga bisa membawa kuman penyakit dari luar.

2. Jika si perempuan menderita salah satu dari sekian banyak penyakit STD (Sexually Transmitted Diseases) seperti herpes dan gonorrhea, maka darah haid merupakan medium yang sangat baik untuk berpindahnya virus atau bakteri penyebab penyakit tersebut kepada pasangan.

3. Saat haid, vagina dipastikan dalam kondisi yang sangat sensitif. Jika dipaksakan terjadi penetrasi, biasanya si perempuan akan merasa sakit dan perih karena terkoyak. Jika sudah begini, maka akan membutuhkan waktu lama untuk penyembuhan.

4. Para pakar kesehatan mengatakan, saat terjadinya penetrasi dikhawatirkan akan ada udara masuk ke dalam rahim sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan, bahkan bisa mengantar kepada kematian. (Sumber: kompas.com)

Dari segi dalil dan pendapat ulama, hubungan seksual saat haid terlarang. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Kaum muslimin sepakat akan haramnya menyetubuhi wanita haid berdasarkan ayat Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih.” (Al Majmu’, 2: 359) Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Menyetubuhi wanita nifas adalah sebagaimana wanita haid yaitu haram berdasarkan kesepakatan para ulama.” (Majmu’ Al Fatawa, 21: 624)

Dalam hadits disebutkan,

مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم-

Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, atau mendatangai dukun, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (HR. Tirmidzi no. 135, Ibnu Majah no. 639. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Al Muhamili dalam Al Majmu’ (2: 359) menyebutkan bahwa Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid, maka ia telah terjerumus dalam dosa besar.”

Hubungan seks yang dibolehkan dengan wanita haid adalah bercumbu selama tidak melakukan jima’ (senggama) di kemaluan. Dalam hadits disebutkan,

اصْنَعُوا كُلَّ شَىْءٍ إِلاَّ النِّكَاحَ

Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haid) selain jima’ (di kemaluan).” (HR. Muslim no. 302)

Dalam riwayat yang muttafaqun ‘alaih disebutkan,

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَتْ إِحْدَانَا إِذَا كَانَتْ حَائِضًا ، فَأَرَادَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنْ يُبَاشِرَهَا ، أَمَرَهَا أَنْ تَتَّزِرَ فِى فَوْرِ حَيْضَتِهَا ثُمَّ يُبَاشِرُهَا . قَالَتْ وَأَيُّكُمْ يَمْلِكُ إِرْبَهُ كَمَا كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَمْلِكُ إِرْبَهُ

Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa di antara istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang mengalami haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin bercumbu dengannya. Lantas beliau memerintahkannya untuk memakai sarung agar menutupi tempat memancarnya darah haid, kemudian beliau tetap mencumbunya (di atas sarung). Aisyah berkata, “Adakah di antara kalian yang bisa menahan hasratnya (untuk berjima’) sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menahannya?”   (HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 293). Imam Nawawi menyebutkan judul bab dari hadits di atas, “Bab mencumbu wanita haid di atas sarungnya”. Artinya di selain tempat keluarnya darah haid atau selain kemaluannya.

Rumaysho.com -alhamdulillah- telah mengulas hubungan intim saat menstruasi secara lebih lengkap di sini.

Bagaimana dengan Seks Oral?

Bagi kebanyakan pasangan, seks oral (oral seks) biasanya dilakukan sebagai bagian dari pemanasan atau foreplay.  Kaum lelaki banyak yang menyukai aktivitas ini sebab oral seks mampu membakar fantasi mereka dalam meraih kepuasan.  Pria biasanya merasakan kenikmatan yang lebih tinggi dalam menerima maupun memberikan seks oral.

Namun bagaimana Islam menilai perbuatan seks semacam ini?

Mengenai hukum oral seks (jika yang dimaksud adalah mencium kemaluan pasangan saat berhubungan) diperselisihkan oleh para ulama. Ulama Hambali membolehkan mencium kemaluan istri sebelum jima’, namun dimakruhkan jika dilakukan setelah itu. Hal ini yang disebutkan dalam kitab Kasyful Qona’, salah satu buku fikih madzhab Hambali. Yang bermasalah, jika yang dicium adalah kemaluan yang sudah terdapat najis seperti kencing dan madzi.

Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al Jibrin ditanya, “Bolehkah seorang wanita mencium kemaluan suaminya, begitu pula sebaliknya?”

Jawab beliau rahimahullah, “Hal ini dibolehkan, namun dimakruhkan. Karena asalnya pasutri boleh bersenang-senang satu dan lainnya, menikmati seluruh badan pasangannya kecuali jika ada dalil yang melarang. Boleh antara suami istri menyentuh kemaluan satu dan lainnya dengan tangannya dan memandangnya. Akan tetapi, mencium kemaluan semacam itu tidak disukai oleh jiwa karena masih ada cara lain yang lebih menyenangkan.”

Sehingga saran kami, cara seks oral sebaiknya dijauhi apalagi mengingat bahaya dari sisi kesehatan. Kata seorang konsultan seks, dr Ferryal Loetan, ASC&T, MMR, SpRM, M.Kes, “Di dalam mulut terdapat banyak air liur yang dapat menularkan penyakit. Sebab di dalam air liur manusia, terdapat beberapa kuman dan bakteri. Demikian pula dengan berbagai macam jamur, yang biasa menempel di tubuh manusia. Ketiganya bisa mengakibatkan penyakit saat kita melakukan oral seks.” (Sumber: kompas.com). Jika seks oral membawa dampak bahaya seperti ini, maka sudah seharusnya dijauhi karena mengingat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ

Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot) pada orang lain, begitu pula membalasnya.” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3: 77, Al Baihaqi 6: 69, Al Hakim 2: 66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).

Semoga bahasan ini bermanfaat bagi pasutri. Semoga dengan cara hubungan seksual yang halal bisa memupuk cinta kasih terhadap pasangan. Setiap hubungan seksual pun butuh kesadaran untuk bertakwa pada Allah.

Ada bahasan menarik lainnya mengenai hubungan intim yang halal, silakan klik di sini.

Wallahu waliyyut taufiq. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

@ Ummul Hamam, Riyadh-KSA

16 Dzulhijjah 1432 H

www.rumaysho.com

Artikel yang Terkait

73 Komentar

  1. Cambuk 100 kali dan dipisahkan/diasingkan kemudian bertobat dan berpuasa sampai mampu menikah.

  2. Assalamu’alaikum ustadz,tpi ana mhon maaf sblumny.mencium kmaluan istri atau sblikny.tpi dlm keadaan bersih krn dibrsihin dlu sblumny.apa ttap trlarang.

  3. pada bulan romadon ada sepasang pasutri tdk melaksanakan puasa kemudian melakukan hubungan intim pd siang hari.
    klu tidak puasa sudah pasti dosa.
    yg mau saya tanyakan apakah hubungan itim itu jg dosa walupun dengan istri sendiri?

    1. Berhubungan intim dengan istri itu hak anda, kan memang istrinya ndiri… ya kan? masak nanya ke orang….

      tapi Memang melakukan hubungan badan (jima’) di siang hari saat Ramadhan
      adalah suatu pelanggaran dan pencemaran kehormatan bulan suci ini.
      Karena itu pelakunya dikenakan kafarat (sangsi).

      Jumhur ulama di antaranya Imam Syafi’i, Ahmad dan ahli zhohir
      berpendapat bahwa yang wajib atasnya kafarat hanyalah yang melakukan
      senggama (dengan sengaja) di siang hari saat Ramadhan. Mereka melihat
      bahwa kafarat merupakan sebuah sangsi bagi yang menodai kehormatan
      Ramadhan dan jima’ adalah perbuatan pencemaran yang jauh lebih berat
      daripada pelanggaran-pelanggaran yang lainnya.

      Adapun dalil tentang kafarat bagi orang yang berjima’ di siang hari
      saat Ramadhan adalah, dari Abu Hurairoh ra. berkata, ”Datang seoang
      laki-laki kepada Nabi saw dan berkata, ‘Aku telah binasa wahai
      Rasulullah!’ Nabi menjawab, ’Apa yang mencelakakanmu?’ Orang itu
      berkata, ’Aku menyetubuhi isteriku di bulan Ramadhan.’ Nabi bertanya,
      ’Adakah kamu memiliki sesuatu untuk memerdekakan budak?’ Orang itu
      menjawab, ’Tidak.’ Nabi bertanya lagi, ’Sanggupkah kamu berpuasa dua
      bulan terus-menerus?’ Orang itu menjawab, ’Tidak,’ Nabi bertanya,
      ’Apakah kamu memiliki sesuatu untuk memberikan makan enam puluh orang
      miskin?’ Orang itu menjawab, ’Tidak.’ Kemudian Nabi terdiam beberapa
      saat hingga didatangkan kepada Nabi sekeranjang berisi kurma dan
      berkata, ‘Nah shodaqohkanlah ini.’ Orang itu berkata, ‘Adakah orang yang
      lebih miskin daripada kami? Maka tidak ada tempat di antara dua batu
      hitam penghuni rumah yang lebih miskin dari kami.” Dan Nabi pun tertawa
      hingga terlihat gigi gerahamnya kemudian berkata, ’Pergilah dan
      berikanlah kepada keluargamu.’” (HR Jama’ah)

      Pada dasarnya macam-macam kafarat yang disebutkan didalam hadits itu
      menunjukkan urutan (tertib) bukan pilihan. Jadi dimulai dari membebaskan
      budak, berpuasa dua bulan berturut-turut dan memberikan makan 60 orang
      miskin.

      Untuk membebaskan budak mungkin saat ini tidak bisa anda lakukan
      sehingga anda bisa beralih kepada macam kedua yaitu berpuasa dua bulan
      berturut-turut. Namun jika memang anda merasa tidak sanggup melakukannya
      dikarenakan dorongan syahwat yang kuat dalam diri anda maka anda bisa
      beralih kepada macam ketiga yaitu memberikan makan kepada 60 orang
      miskin.

      Dalam permasalahan ini Sayyid Sabiq menyebutkan pendapat Imam Nawawi :
      “Yang lebih kuat menurut kesimpulannya adalah hanya diwajibkan membayar
      satu kafarat yaitu khusus atas pihak diri suami, sedangkan wanita tidak
      perlu mengeluarkan apa pun dan tidak dibebani kewajiban, karena
      kewajiban itu merupakan kewajiban mengenai harta yang khusus dibebankan
      kepada pihak laki-laki semata, tidak wanita seperti halnya mahar.”
      (Fiqhus Sunnah, edisi terjemahan jilid 1 hal 76)

      Pendapat yang sama juga dikemukan oleh Ibnu Hajar yaitu kafarat hanya dikenakan kepada suami.

      Berdasarkan penjelasan Imam Nawawi dan Ibnu Hajar di atas maka
      kafarat—memberikan makan kepada 60 orang miskin—hanya dikenakan kepada
      anda sebagai seorang suami tidak kepada istri anda.

      Bagaimana mekanisme pembayarannya? Bolehkah kalo disalurkan ke
      Lembaga amil zakat atau panti asuhan atau diganti dengan pembagian
      sembako ke fakir miskin? Anda diharuskan memberikan makan kepada 60
      orang miskin dengan ukuran 1 mud dari setiap mereka. 1 mud dan untuk
      zaman sekarang setara dengan 0,675 kg atau 0,688 liter dari bahan
      makanan pokok.

      Untuk pembayarannya anda bisa memberikan kepada 60 orang miskin
      dengan ukuran seperti di atas. Atau anda juga bisa memberikan senilai 60
      orang itu hanya kepada satu/beberapa orang saja agar bisa lebih
      dirasakan dan bermanfaat buat mereka.

      Anda bisa memberikan dalam bentuk bahan pokok (beras) atau anda
      konversikan ke uang sebagaimana pendapat para ulama Hanafi. Adapun
      penyalurannya anda bisa menyalurkannya sendiri kepada mereka secara
      langsung atau melalui Lembaga Amil Zakat yang anda percaya.

      Wallahu A’lam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button