Zakat

Adakah Zakat pada Tanah & Bangunan?

Syaikh ‘Abdul Karim al Khudair hafizhohullah[1] ditanya, “Ada seseorang yang memberi tanah dan ia ingin membangun kebun di sana. Setelah satu tahun dari waktu pembeliannya, apakah ia harus mengeluarkan zakat dari tanah tersebut dan begitu pula tahun selanjutnya?”

Syaikh hafizhohullah menjawab,

Tanah yang dijadikan kebun tidak wajib untuk dizakati. Kecuali jika tanah tersebut ingin dibisniskan. Adapun jika di tanah tersebut ditanam sesuatu, maka zakatnya adalah dari tanaman tersebut atau dari penjualannya yang merupakan hasil dari tanah tersebut. Jadi, tanah itu sendiri tidak ada zakatnya. Baru ada zakat, jika tanah tersebut dimanfaatkan. Jika pemanfaatn itu memiliki hasil, itulah yang dikenai zakat.  Jika tanah tersebut memiliki bangunan (misalnya), lalu ada keuntungan dari bangunan tersebut, maka zakat ditarik dari keuntungannya dan bukan ditarik dari tanah dan bukan pula ditarik dari kontruksi bangunan. Sekali lagi zakatnya ditarik dari hasil (keuntungan) tadi. Jika tanah tersebut terdapat tanaman, maka zakatnya ditarik dari hasil tanaman (yaitu buah, dll). Demikian seterusnya. Jika di atas tanah tersebut didirikan sesuatu yang diperdagangkan, maka zakatnya diambil dari hasil perdagangan barang tersebut. Sedangkan bangunannya tidak dikenai zakat apa-apa. Zakat hanya diambil dari keuntungan penjualan barang-barang dagangan yang ada. Ketika keuntungan tersebut telah bertahan satu tahun (haul), maka barulah dikeluarkan zakatnya.[2]

***

Dahulu pernah diterangkan di rumaysho.com di sini, bahwa barang yang dikenai zakat harus memenuhi beberapa syarat:

  1. Dimiliki secara sempurna.
  2. Termasuk harta yang berkembang secara kualitas dan kuantitas, sedangkan tanah, bangunan rumah tidak termasuk dalam hal ini. Kecuali jika tanah dan bangunan dibisniskan, maka ia masuk zakat perdagangan.
  3. Telah mencapai nishob (ukuran minimal dikenai zakat).
  4. Telah mencapai satu haul (untuk selain zakat tanaman). Artinya, zakat (seperti zakat penghasilan, zakat profesi atau zakat mata uang) hanya dikeluarkan setelah mencapai haul (masa satu tahun), jadi bukan dikeluarkan setiap bulan.
  5. Merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok.

Semoga sajian singkat ini bermanfaat.

www.rumaysho.com

14th Muharram 1432 H, Riyadh KSA

Muhammad Abduh Tuasikal

 


[1] Beliau adalah salah satu pengajar di Fakultas Ushulud-din Jami’ah Al Imam Muhammad bin Su’ud Al Islamiyah di Riyadh. Beliau pun menjadi anggota Hai’ah Kibaril ‘Ulama dan Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’.

[2] Diambil dari website Syaikh Al Khudair di: http://www.khudheir.com/text/4312

Artikel yang Terkait

7 Komentar

  1. Untuk zakat perdagangan, dari hasil menyewakan tanah tsb,
    bagaimana cara pembayarannya?
    uang sewa tsb baru dikenai zakat perdagangan jika sudah mencapai nishabnya? berapakah nishabnya?
    apakah jumlah zakatnya sebesar 2.5% dari hasil sewa?
    apakah pembayarannya , harus menunggu setahun setelah uang sewa tsb kita terima ? ( dengan catatan, wajib membayar jika jumlahnya dalam setahun setelah sewa, nilai uang tsb masih di atas nishabnya?, jika sudah tdk mencukupi nishabnya, apakah sudah gugur kewajiban membayar zakat perdagangan hasil sewa tanah tsb??)

    Terimakasih atas penjelasannya , ustadz

    1. 1. nishobnya ikuti nishob emas.
      2. dikeluarkan 2,5% tiap tahun (bukan tiap bulan)
      3. ia dikeluarkan setiap tahun ketika uang di atas nishob
      4. jika di awal tahun sudah di atas nishob, silakan lihat di akhir tahun masih di atas nishob ataukah tidak. jk masih di atas nishob berarti ada zakat. demikian pendapat abu hanifah. wallahu a’lam.

  2. Assalamu`alaikum
    Ana kurang jelas dengan perkataan syaikh di atas yaitu tanah yang dijadikan kebun tidak wajib untuk dizakati. Kecuali jika tanah tersebut ingin dibisniskan,apakah termasuk tanah yang disewakan?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button