Thoharoh

Suci Haidh pada Waktu Ashar, Apakah Mesti Shalat Zhuhur dan Ashar?

Jika ada yang suci haidh pada waktu Ashar sebelum matahari tenggelam, apakah ia mesti mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar?

Ada dua pendapat dalam masalah ini:

Pendapat pertama:

Jika wanita haidh suci sebelum tenggelam matahari, ia tetap harus mengerjakan shalat Ashar, juga shalat Zhuhur. Begitu pula jika wanita suci sebelum Fajar Shubuh atau di waktu Isya, maka ia tetap mengerjakan shalat Maghrib dan shalat Isya.

Alasannya adalah riwayat dari sahabat dan tabi’in dalam masalah ini yang disebutkan dalam kitab Al Muntaqo fil Ahkamisy Syari’ah min Kalami Khoiril Bariyyah karya Majduddin Abul Barokat ‘Abdus Salam Ibnu Taimiyah Al Khoroni (kakek Ibnu Taimiyah).

وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ : إذَا طَهُرَتْ الْحَائِضُ بَعْدَ الْعَصْرِ صَلَّتْ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ ، وَإِذَا طَهُرَتْ بَعْد الْعِشَاء صَلَّتْ الْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ .

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Jika wanita haidh suci setelah ‘Ashar, maka ia tetap mengerjakan shalat Zhuhur dan shalat ‘Ashar. Jika ia suci di waktu ‘Isya, maka ia tetap mengerjakan shalat Maghrib dan shalat ‘Isya. (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/122, Ad Darimi 894, Ibnul Mundzir dalam  Al Awsath 2/243 dan Al Baihaqi 1/387)

وَعَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ : إذَا طَهُرَتْ الْحَائِضُ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ صَلَّتْ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ ، وَإِذَا طَهُرَتْ قَبْل الْفَجْر صَلَّتْ الْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ رَوَاهُمَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ فِي سُنَنِهِ وَالْأَثْرَمُ ، وَقَالَ : قَالَ أَحْمَدُ : عَامَّةُ التَّابِعِينَ يَقُولُونَ بِهَذَا الْقَوْلِ إلَّا الْحَسَنَ وَحْدَهُ ا هـ .

Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ia berkata, “Jika wanita haidh suci sebelum tenggelam matahari, maka ia tetap harus mengerjakan shalat Zhuhur dan ‘Ashar. Jika ia suci sebelum Fajar (waktu Shubuh), maka ia tetap mengerjakan shalat Maghrib dan Isya. (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/122, Ibnul Mundzir dalam Al Awsath 2/243, Al Baihaqi 1/387)

Kedua riwayat di atas diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dalam kitab sunannya dan Al Atsrom. Imam Ahmad berkata bahwa mayoritas tabi’in berpendapat seperti ini kecuali Al-Hasan Al-Bashri yang menyelisihinya. (Lihat Al-Awsath karya Ibnul Mundzir 2/245, Al Mughni 2/46)

Yang kami dengar langsung dari guru kami, Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah, beliau berkata, “Dua waktu shalat jadi satu waktu dalam kondisi darurat.” (Durus harian Syaikh Sholeh Al Fauzan di kota Riyadh, 19 Syawwal 1432 H, bahasan kitab Al-Muntaqa karya kakek Ibnu Taimiyah)

Keterangan: Kitab syarh (penjelas) dari kitab Al Muntaqo adalah Nailul Author karya Asy Syaukani yang telah sangat ma’ruf di tengah-tengah kita.

 

Pendapat kedua:

Jika wanita suci pada waktu Ashar, ia cukup mengerjakan shalat Ashar tanpa mengerjakan lagi shalat Zhuhur. Alasannya adalah dalil berikut.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ: – مَنْ أَدْرَكَ مِنْ اَلصُّبْحِ رَكْعَةً قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ اَلشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ اَلصُّبْحَ, وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ اَلْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ اَلشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ اَلْعَصْرَ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan satu rakaat shalat Shubuh sebelum matahari terbit, maka ia telah mendapatkan shalat Shubuh. Barangsiapa yang mengerjakan satu rakaat shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka ia telah mendapatkan shalat Ashar.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 579 dan Muslim, no. 608)

وَلِمُسْلِمٍ عَنْ عَائِشَةَ نَحْوَهُ, وَقَالَ: “سَجْدَةً” بَدَلَ “رَكْعَةً”. ثُمَّ قَالَ: وَالسَّجْدَةُ إِنَّمَا هِيَ اَلرَّكْعَةُ

Menurut riwayat Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ada hadits serupa, di mana beliau bersabda “sekali sujud” sebagai pengganti dari “satu rakaat”. Kemudian beliau bersabda, “Yang dimaksud sekali sujud itu adalah satu rakaat.” (HR. Muslim, no. 609)

Dari hadits di atas, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah dalam kitab beliau “Fath Dzi Al-Jalali wa Al-Ikram bi Syarh Bulugh Al-Maram” menyatakan, seorang wanita yang suci di waktu Ashar, maka ia hanya mengerjakan shalat Ashar saja, tidak lagi shalat Zhuhur.

 

Faedah dari Syaikh Ibnu ‘Utsaimin kaitannya dengan wanita haidh:

  • Jika wanita haidh suci, lalu masih bisa mendapatkan satu rakaat shalat, maka ia punya kewajiban untuk melaksanakan shalat.
  • Sebagian ulama berpandangan pula kalau wanita datang haidh padahal sudah masuk waktu shalat dan ia bisa dapati satu rakaat, maka jika suci, ia tetap mengqadha shalat.

 

Baca juga: Bulughul Maram – Dapati Waktu Shalat Ashar

 

Dalam Mulakhkhash Fiqh Al-‘Ibadat (hlm. 139-140), “Jika wanita haidh suci sebelum keluar waktu, ia hanya diharuskan mengqadha shalat yang ia suci saat itu. Inilah pendapat dalam madzhab Hanafiyah, Zhahiriyah, perkataan sebagian salaf, juga pilihan dari Syaikh Ibnu ‘Utsaimin.”

 

Kesimpulan:

Pendapat kedua, kami nilai lebih kuat karena dalil hadits yang disampaikan. Di samping itu pula, wanita yang suci dari haidh asalnya tidak dibebani kewajiban selain saat waktu yang ia dapati. Wallahu a’lam.

Baca Juga:

Tulisan lama 20 Syawwal 1432 H (18/09/2011) saat di Riyadh

Direvisi ulang pada 29 Syawal 1441 H (20 Juni 2020) di Darush Sholihin

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumasyho.Com

Artikel yang Terkait

15 Komentar

  1. Assalamu’alaikum.. saya hendak bertanya begini. saya biasanya haid
    selama 7 hari.. nah pada hari kelima sore masih keluar merah kental
    seperti haid namun hanya di sore hari saja. jika saya tidak mengguakan
    pembalut tembus hingga ke celana dalam artian darahnya masih keluar
    lumayan tidak terlalu sedikit. semalaman darahnya tidak keluar maka saya
    memutuskan mandi besar utk shoolat subuh. esoknya, saya kuliah hingga
    seharian sampai sore jam 5. jam 5 tsb tiba-tiba ada beberapa tetes
    darah merah yang warnanya tidak setebal darah haid namun jelas itu
    darah. kemudian sekitar jam stengah 7 ketika saya melap kemaluan dg tisu
    dan ad lendir berwarna coklat campur kemerahan di tisu. apakah hukumnya
    saya masih haid atau itu adalah istihadah? padahal seharian itu saya
    sudah melaksanakan sholat hingga ashar.padaa saat itu saya meghukuminya
    haid maka saya tidak mandi dan sholat. karena kebiasaan saya 6 atau 7
    hari dan darah yang keluar ini masih dalam rentang 7 hari.
    syukron.Assalamu’alaikum.

  2. assalamu’alaykum..
    1. saya mau menanyakan apakah saat haid itu rambut seorang muslimah jika ada yang berjatuhan harus dikumpulkan?(sampai-sampai ada orang tertentu jika selama masa haid tidak berani mandi). karena saat dulu istri saya belajar di pesantren ada keterangan yang menjelaskan demikian. jadi termasuk memotong kuku harus di simpan dulu, tidak boleh hilang/terbuang.
    2. lalu dalam kasus yg sama saat belum masa haid pada salah satu bagian tubuh kita tidak ada benjolan (karena sesuatu hal)lalu saat haid ada benjolan, teman istri saya bilang bagian itu harus dipotong.
    bagimana dengan demikian?, mohon penjelasan nya! jika ada beserta dali yg menerangkan tentang hukum kedua hal yang saya tanyakan. terima kasih, jazakumulloh…..

  3. bila berkaitan dgn shoum wajib gmn? misal suci jam 10 pagi. apakah puasa (dgn niat di waktu sahur,krn memang sdh diperkirakan hari itu selesai haid) atau sholat saja tanpa puasa?
    Saya jg pernah mengalami kasus, sudah bersuci, sdh puasa, eh ternyata ba’da maghrib keluar flek lagi. bagaimana puasa hari tsb? sah tdk??
     

    1. 1. Jika suci haidh di siang hari, maka segera mandi dan kerjakan shalat, namun tidak perlu puasa. Puasa hari itu diqodho.
      2. Jika sebelum maghrib datang haidh, maka puasa hari itu batal dan harus diqodho di hari lain.,

  4. assalamualaikum ustadz.
    jika suci setelah sholat magrib, maka harus sholat magrib dan isya kan?
    sholat nya dalam satu waktu sekaligus seperti sholat jama’ atau bagaimana yah?
    mohon penjelasannya ustadz.
    jazakallahu khoiron katsiro
    barakallahu fiyk ustadz.

    ‘alaikumsalam warahmatullah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button