Manajemen Qolbu

Mengapa Harus Berdoa Meski Takdir Sudah Tertulis?

Tulisan ini menguraikan pentingnya doa sebagai salah satu faktor penyebab utama dalam terjadinya takdir, serta menjelaskan bagaimana pemahaman yang salah tentang hubungan antara doa dan takdir dapat menyesatkan seseorang. Dengan merujuk pada pandangan Ibnul Qayyim rahimahullah, tulisan ini menegaskan bahwa doa bukan sekadar permohonan, tetapi merupakan sarana yang efektif dan tak terpisahkan dari upaya seorang hamba dalam mewujudkan kehendak Allah.

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan dalam kitab Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ (hlm. 26-29) sebagai berikut:

Ada sebuah pertanyaan yang cukup populer dalam bahasan ini: “Jika sesuatu yang diminta oleh seorang hamba memang telah ditakdirkan, niscaya hal itu akan terjadi, baik ia berdoa ataupun tidak. Sebaliknya, jika tidak ditakdirkan, hal itu tidak akan terjadi, baik ia berdoa ataupun tidak. Bukankah demikian?”

Sebagian orang menyangka bahwa pernyataan tersebut benar adanya. Mereka pun kemudian meninggalkan doa dengan alasan, “Doa itu sama sekali tidak ada manfaatnya!” Sikap seperti ini menunjukkan ketidakpahaman dan kesesatan mereka, serta sangat kontradiktif. Sebab, konsekuensi dari pemikiran ini justru akan meniadakan atau menafikan salah satu bentuk atau keberadaan faktor-faktor penyebab dari sebuah kejadian.

Apa yang telah ditakdirkan terjadi karena adanya sejumlah sebab, salah satunya adalah doa. Tidak mungkin sesuatu terjadi begitu saja tanpa adanya sebab. Setiap kejadian selalu terkait dengan sebab tertentu. Jika seorang hamba melaksanakan sebab tersebut, maka terjadilah apa yang telah ditakdirkan. Sebaliknya, jika hamba tidak melaksanakannya, maka apa yang telah ditakdirkan itu tidak terjadi.

Hal ini seperti kenyang yang ditakdirkan terjadi karena makan dan minum, keberadaan anak karena hubungan suami istri, panen hasil pertanian karena menanam benih, kematian karena terluka atau disembelih, dan masuknya seseorang ke Surga atau Neraka karena amal perbuatan mereka. Inilah pendapat yang benar, meskipun tidak disinggung oleh penanya. Tampaknya, ia belum mendapatkan taufik untuk memahami hal ini.

Dengan demikian, doa adalah salah satu faktor penyebab yang paling kuat. Jika sesuatu yang diminta dalam doa ditakdirkan terjadi karena sebab doa tersebut, maka tidak benar jika dikatakan bahwa doa tidak ada manfaatnya. Sama halnya seperti mengatakan bahwa makan, minum, dan segala bentuk aktivitas atau perbuatan tidak ada manfaatnya. Tidak ada sebab yang lebih bermanfaat daripada doa, dan tidak ada cara yang lebih cepat untuk mendapatkan apa yang diinginkan selain doa.

Para Sahabat adalah mereka yang paling mengenal Allah dan Rasul-Nya serta paling memahami ajaran agama di kalangan umat ini. Oleh karena itu, mereka adalah orang-orang yang paling baik dalam berdoa dan dalam melaksanakan syarat-syarat serta adab-adabnya dibandingkan dengan selain mereka.

Dahulu, Umar bin Al-Khaththab memohon pertolongan atas musuhnya melalui doa, bahkan ia menganggap doa sebagai tentara yang terkuat. Beliau berkata kepada para Sahabatnya, “Kalian tidak mendapatkan pertolongan dengan jumlah kalian yang banyak, tetapi kalian mendapatkan pertolongan dari langit.”

Umar juga berkata, “Sesungguhnya yang aku pentingkan bukanlah pengabulan, tetapi doa atau permohonan itu sendiri. Apabila kalian berdoa, maka pengabulan akan datang bersamanya.”

Kesimpulannya, doa adalah salah satu cara utama untuk mewujudkan takdir, dan meninggalkannya karena salah paham akan hubungan antara doa dan takdir adalah sebuah kesalahan. Doa berperan penting dalam mencapai apa yang telah ditetapkan, sehingga tidak boleh dianggap sepele.

Tulisan kali ini adalah ringkasan dari bahasan kami dalam buku terbaru “MENGADU KEPADA ALLAH” terbitan Penerbit Rumaysho & Brilliant. Dapatkan buku ini yang memberikan panduan spiritual mendalam untuk menguatkan iman dan tawakal. Pesan sekarang di Rumaysho Store melalui WhatsApp di wa.me/6285200171222atau wa.me/6282136267701, atau temukan di Shopee dan Tokopedia dengan akun Rumayshostore. Segera lengkapi koleksi buku Islami Anda dan terus semangat menambah pengetahuan agama yang bermanfaat!

Perjalanan Gunungkidul – Sekar Kedhaton, 23 Safar 1446 H, 28 Agustus 2024

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal 

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button