Ada macam-macam najis, ada juga najis yang dimaafkan. Sekarang kita masih mengenal najis dari Safinatun Najah, dan ini bahasan pengantarnya. Dalam bahasan akan diangkat sembilan macam najis yang dimaafkan.
Baca dahulu: Macam-Macam Najis Menurut Madzhab Syafi’i
Hukum asal najis: dihilangkan dan dijauhi
Asalnya najis itu mesti dihilangkan dan kita diperintahkan untuk menjauhkan diri darinya dalam segala keadaan. Juga kita diperintahkan menghindari najis karena merupakan syarat sah shalat, baik dihindarkan pada badan, pakaian, dan tempat. Namun syariat memberikan keringanan pada sebagian najis dimaafkan karena sulit untuk dihilangkan atau sulit untuk dihindari. Ini adalah bentuk kemudahan syariat Islam bagi umatnya, mengangkat kesulitan pada hamba-Nya.
Beberapa bentuk najis yang dimaafkan adalah:
- Percikan kencing yang sedikit (yang sulit dihindari) baik yang terkena badan, pakaian, atau suatu tempat.
- Sedikit dari darah dan muntah; kecuali jika itu atas kesengajaan manusia, maka tidaklah dimaafkan. Sebagaimana dimaafkan pula darah luka dan nanahnya walaupun banyak, dengan syarat itu keluar dengan sendirinya bukan disengaja.
- Kencing hewan dan kotorannya yang terkena biji-bijian ketika hewan tersebut menginjaknya; begitu pula kotoran ternak dan kencingnya ketika susunya diperah selama tidak banyak yang dapat merubah air susunya; atau najis dari hewan yang diperah yang jatuh pada susu ketika diperah.
- Kotoran ikan selama tidak merubah air; kotorang burung di tempat yang sering disinggahinya karena sulit dihindari.
- Darah yang terkena pakaian jagal; namun kalau darah tersebut banyak tidaklah dimaafkan. Begitu pula yang dimaafkan adalah darah yang menempel pada daging.
- Mulut bayi yang tercampur dengan muntahnya ketika dia disusukan oleh ibunya.
- Air liur dari orang yang tidur yang keluar dari dalam perut pada orang yang biasa seperti itu.
- Lumpur di jalan yang terkena pakaian seseorang walaupun yakin di situ terdapat najis, karena sulit dihindari sehingga dimaafkan.
- Bangkai dari hewan yang darahnya tidak mengalir yang jatuh pada cairan seperti lalat, nyamuk, semut dengan syarat jatuh dengan sendirinya, tidak sampai merubah cairan tersebut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِى إِنَاءِ أَحَدِكُمْ ، فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ، ثُمَّ لْيَطْرَحْهُ ، فَإِنَّ فِى أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً وَفِى الآخَرِ دَاءً
“Jika seekor lalat jatuh di tempat minum salah seorang di antara kalian, maka celupkanlah seluruh bagian lalat tersebut. Lalu buanglah lalat tadi. Karena di salah satu sayapnya terdapat penawar dan sayap lainnya adalah racun.” (HR. Bukhari, no. 5782)
Referensi:
Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafi’i.Cetakan kelima, Tahun 1436 H. Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily. Penerbit Darul Qalam.
Ditulis pada 20 Dzulhijjah 1440 H (21 Agustus 2019), Rabu pagi bakda Shubuh @ Darush Sholihin
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Assalamualaikum ustadz, izin bertanya kalo untuk percikan kencing cara mensucikannya bagaimana ya ustadz.. syukron ustadz
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh.
Cukup yakin sdh dicuci dan hilang saja, itu sebuah keringanan.
Assalamualaikum ust,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ustadz izin bertanya ttg najis mulut bayi, berarti apakah bayi yang sering muntah meskipun sedang tidak disusui ibunya, mulutnya tetap dimaafkan ? dalam artian tidak akan membuat najis payudara sang ibu ataupun benda2 lain yg menyentuh mulutnya atau liurnya ?
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh.
Kalau menganggap muntah itu najis, maka muntahan najis tsb tidaklah masalah krn dimaafkan sebagaimana penjelasan di atas.
Jazakallah khair atas jawabannya ustadz.. sepertinya serial yg membahas ttg Munth najis atau tidak secara detail belum di posting ya ustadz ?
ada di tulisan lama kami di sini.
idak termasuk najis -menurut pendapat ulama yang lebih kuat- yaitu mani, darah (selain darah haidh), muntah, dan khomr.
Ingin tahu selengkapnya.
Yuk KLIK: https://rumaysho.com/926-mengenal-macam-macam-najis.html
Imam Ahmad pernah ditanya, “Bagaimanakah hukum darah dan muntah, apakah sama menurutmu?” Imam Ahmad menjawab, “Darah tidak ada beda pendapat di kalangan para ulama (mengenai najisnya, pen.). Sedangkan muntah, para ulama memiliki beda pendapat.” (Syarh ‘Umdah Al-Fiqh karya Ibnu Taimiyah, 1:105)
Ingin tahu selengkapnya.
Yuk KLIK: https://rumaysho.com/16354-manhajus-salikin-najis-darah-dan-kotoran-manusia.html